BAB I
Sejarah, Pengertian dan Proses Komunikasi
1. Retorika dari Masa ke Masa
Retorika atau dalam bahasa Inggris rhetoric bersumber dari perkataan Latin rhetorica yang berarti ilmu berbicara. Sebagai cikal bakal ilmu komunikasi, retorika mempunyai sejarah yang panjang. Para ahli berpendapat bahwa retorika sudah ada sejak manusia ada. Akan tetapi, retorika sebagai seni berbicara yang dipelajari dimulai pada abad ke-5 SM ketika kaum Sofis di Yunani mengembara ke tempat yang satu ke tempat lain untuk mengajarkan pengetahun mengenai politik dan pemerintahan dengan penekanan terutama pada kemampuan berpidato.
Tokoh aliran Sofisme ini adalah Georgias (480-370) yang dianggap sebagai guru retorika yang pertama dalam sejarah manusia. Georgias menyatakan bahwa kebenaran suatu pendapat hanya dapat dibuktikan jika tercapai kemenangan dalam pembicaraan. Pendapat Georgias ini berlawanan dengan pendapat Protagoras (500-432) dan Socrates (469-399). Protagoras mengatakan bahwa kemahiran berbicara bukan demi kemenangan, melainkan demi keindahan bahasa. Sedangkan bagi Socrates, retorika adalah demi kebenaran dengan dialog sebagai tekniknya karena dengan dialog kebenaran akan timbul dengan sendirinya.
Seseorang yang sangat dipengaruhi oleh Socrates dan Georgias adalah Isocrates yang pada tahun 392 SM mendirikan sekolah retorika dengan menitik beratkan kepada pidato-pidato politik. Yang sama pendapatnya dengan Isocrates, yaitu bahwa retorika memegang peranan penting bagi seseorang untuk menjadi seorang pemimpin adalah Plato. Dan murid Socrates yang paling terkenal adalah Plato. Dan Plato mengatakan bahwa retorika bertujuan memberikan kemampuan menggunakan bahasa yang sempurna dan merupakan jalan bagi seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang luas dan dalam. Terutama dalam bidang politik.
Tokoh retorika lain pada zaman Yunani itu adalah Aristoteles yang sampai sekarang banyak dikutip pendapatnya. Berlainan dengan tokoh-tokoh lainnya yang mengatakan retorika sebagai seni, Aristoteles memasukknnya sebagai bagian dari filsafat.
2. Retorika di Zaman Modern
Pada awal abad sesudah masehi retorika tidak begitu berkembang. Baru mulai pada abad ke 17 di Eropa muncul tokoh-tokoh yang dikenal sebagi orator kenamaan, antara lain, Oliver Cromwell dan Lord Bollingbroke.Cromwell merupakan tokoh retorika termasyur pada pertengah abad ke-17 itu. Retorika biasanya berkembang pada masa kritis pula kemunculan cromwell di Inggris itu dalam mengajarkan teknik retorika.
Cornwell mengatakan bahwa dalam melaksanakan retorika:
1. Harus mengulang hal-hal penting
2. Menyesuaikan diri dengan sikap lawan
3. Bila perlu tidak menyinggung persoalan
4. Harus membiarkan orang-orang menarik kesimpulan sendiri
5. Harus menunggu reaksi
Tokoh retorika lainya pada abad ke-17 itu ialah Henri Bollingbroke yang pernah menggerakkan bahwa bila kekuasaan politik berdasarakan kekeuatan fisik, maka retorika memerlukan kekutan mental. Dalam abad itu di Jermantokoh termashur dalam retorika adalah Adolf Hitler yang berhasil menemukan rakyat Jerman sehingga bersedia melakukan apapun. Resep Hitler dalam retorikanya adalah: mengunggulkan diri sendiri, membusukkan dan menakut-nakuti lawan kemudian menghasilkan hakikat retorika Hitler adalah senjata Psikis untuk memelihara masa dalam keadaan perbudakan psikis (psychical weapon to maintain in a state of psychical enslavement).
3. Pengertian Komunikasi
Itilah komunikasi/communication, Latin: communication, bersumber dari kata communnis, sama makna. Jadi, kalau dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan. Kesamaan bahasa yang dipergunakan dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan kesamaan makna. Dengan lain perkataan, mengerti bahasanya saja belum tentu mengerti makna yang dibawakan oleh bahasa itu. Jelas bahwa percakapan kedua orang tadi dapat dikatakan komunikatif apabila kedua-duanya, selain mengerti bahasa yang dipergunakan, juga mengerti makda dari bahan yang dipercakapkan.
Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan yang timbul dari lubuk hati.
Gambar Tipe-Tipe Komunikasi
Komunikasi merupakan hal yang sangat vital dalam operasional sebuah organisasi. Semakin banyaknya person dalam sebuah organisasi membuat komunikasi semakin beragam. Begitu pula dengan semakin banyaknya informasi yang berputar maka semakin kompleks komunikasi tersebut. Keragaman dan kompleksitas ini akan menjadi sebuah tantangan bagi organisasi untuk membuat komunikasi tetap sejalan guna mencapai tujuan perusahaan. Kesalahan komunikasi dalam penyampaian informasi bisa berakibat fatal apalagi jika berhubungan langsung dengan pekerjaan yang mengakibatkan tujuan dari organisasi tidak tercapai. Tugas anda sebagai pimpinan adalah mengetahui jenis penyampaian komunikasi kepada anak buah maupun ke kolega Anda.
Berikut adalah 4 jenis arah komunikasi yang dapat membantu Anda dalam menyampaikan informasi:
1. Komunikasi Ke Bawah
Komunikasi ke bawah (downward communication) adalah penyampaian informasi dari atasan ke bawahan sesuai dengan struktural di organisasi. Penggunaan komunikasi ini sangat efektif untuk penyampaian instruksi, pengarahan, pengontrolan kepada anak buah. Komunikasi dapat tertulis maupun lisan yang dapat disesuaikan dengan konteks serta kontennya. Komunikasi ke bawah harus Anda perbanyak porsinya terutama pada karyawan Anda yang baru bergabung.
2. Komunikasi Ke Atas
Komunikasi ke atas (upward communication) adalah penyampaian informasi dari bawahan ke atasan. Biasanya hal ini terjadi saat karyawan kita ingin menyampaian usulan, ide, keluhan, pengaduan, laporan. Apa yang disampaikan oleh anak buah kita ini bisa jadi sebuah informasi yang penting guna pengambilan kita sebagai atasan. Namun kita tetap perlu mencermati dan memvalidasinya kembali, tentunya pencatatan data bisa menjadi bahan pembandingnya. Arah komunikasi demikian harus tetap hidup guna perputaran informasi khususnya bagi Anda para atasan yang tidak terjun langsung ke ranah operasional.
3. Komunikasi Horisontal
Komunikasi horisontal (horizontal communication) adalah komunikasi yang melibatkan antar individu atau kelompok pada level yang sama. Contoh arah komunikasi ini adalah diskusi antar staff akuntan, diskusi antar manajer, diskusi direktur dengan kolega. Konteks dari komunikasi ini bersifat koordinasi sehingga satu dengan yang lain saling memberikan informasi.
4. Komunikasi Diagonal
Komunikasi diagonal (diagonal communication) adalah komunikasi yang dilakukan antar individu atau kelompok pada bagian berbeda dan tingkatan yang berbeda pula. Komunikasi diagonal banyak terjadi pada organisasi berskala besar dimana ketergantungan antar departemen yang berbeda sangat besar. Kelebihan dari komunikasi ini dapat mempercepat penyebaran informasi. Namun ada kelemahan dari komunikasi ini karena penyebaran informasi tidak sesuai dengan jalur rutin dan struktur organisasi yang sudah ada.
4. Proses Komunikasi
Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yaitu:
a. Proses komunikasi secara primer
Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Contohnya: bahasa, kial (gesture), isyarat, gambar, warna. Perkataan “anjing” dalam pengertian denotatif, sama saja bagi setiap orang, yaitu binatang berkaki empat, berbulu, dan memiliki daya cium yang tajam. Akan tetapi, dalam pengertian konotatif, anjing bagi seorang kiai yang fanatik merupakan hewan najis; bagi seorang polisi merupakan pelacak pembunuh; dan bagi orang-orang penyuka binatang ini akan menjadi teman sekamar pada saat kesepian. Mereka itu berbeda dalam pandangan dan penilaiannya terhadap anjing.
Jika A sedang berbicara, ia menjadi encoder, dan B yang sedang mendengarkan menjadi decoder. Ketika B memberikan tanggapan dan berbicara kepada A, maka B kini menjadi encoder dan A menjadi decoder. Tanggapan B yang disampaikan kepada A itu dinamakan umpan balik atau arus balik (feedback). Umpan balik bisa bersifat positif, dapat pula bersifat negatif. Umpan balik positif adalah tanggapan atau response atau reaksi komunikan yang menyenangkan komunikator sehingga komunikasi berjalan lancar. Sebaliknya, umpan balik negatif adalah tanggapan komunikan yang tidak menyenangkan komunikatornya sehingga komunikator enggan untuk melanjutkan komunikasinya.
Umpan balik secara verbal adalah tanggapan komunikan yang dinyatakan dengan kata-kata, baik secara singkat maupun secara panjang lebar. Umpan balik secara non-verbal adalah tanggapan komunikan yang dinyatakan bukan dengan kata-kata.
b. Proses komunikasi secara sekunder
Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Contohnya, surat, telpon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi.
Menurut para ahli komunikasi, bahwa komunikasi yang efektif dan efisien dalam menyampaikan pesan persuasive adalah komunikasi tatap muka karena kerangka acuan (frame of reference) komunikan dapat diketahui oleh komunikator, sedangkan dalam proses komunikasinya, umpan balik berlangsung seketika, dalam arti bahwa komunikator mengetahui tanggapan atau reaksi komunikan pada saat itu juga. Ini berlainan dengan komunikasi bermedia. Apalagi dengan menggunakan media massa, yang tidak memungkinkan komunikator mengetahui kerangka acuan khalayak yang menjadi sasaran komunikasinya, sedangkan dalam proses komunikasinya, umpan balik tidak berlangsung pada saat itu. (Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset, 2017).
BAB II
Pandangan Gereja Mengenai Komunikasi
Komunikasi memiliki peranan penting dalam interakasi manusia. Komunikasi tidak hanya menolong manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tetapi juga berpengaruh dalam pembentukan budaya manusia. Secara Teologi, komunikasi dipahami lebih mendalam. Alkitab memaparkan komunikasi yang terjadi antara Allah dengan umat-Nya. Komunikasi tersebut direfleksikan sebagai relasi iman yang nyata dalam kehidupan umat.
Dalam perkembangannya, manusia kemudian menciptakan berbagai media komunikasi yang semakin mempermudah proses komunikasi tersebut. Dalam perkembangan media komunikasi ini, gereja ikut serta membudidayakan media tersebut dalam praktek pelayanannya. Secara khusus media elektronik yang sangat berkembang saat ini, gereja membudidayakannya untuk memfasilitasi pertumbuhan iman umat.
Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa setiap bentuk media komunikasi khususnya elektronik, memiliki dampak positif dan negatif. Gereja perlu mengantisipasi pengaruh perkembangan media ini agar tidak menjadi batu sandungan bagi pertumbuhan iman jemaat. Karena sangat disayangkan dengan tujuan yang baik tetapi justru dapat menghancurkan esensi persekutuan itu sendiri.
Peradapan manusia sangat tergantung dengan perkembangan media komunikasi yang dipakai. Manusia berusaha menemukan media komunikasi yang bertujuan untuk mengatasi banyak permasalahan dalam hidupnya. Orang percaya sepanjang zaman memakai media komunikasi itu menjadi alat untuk pekabaran Injil. Bersamaan dengan kapitalisasi dan modernisasi yang berkembang, peran media semakin kompleks dan vulgar. Media tidak lagi “hanya” wadah penyampaian informasi untuk berbagai kebiasaan. Kekuatan media ini terbukti mengambil bagian yang strategis dalam Pekabaran Injil. Pelayan gereja tidak hanya melalui ibadah dalam gereja saja, namun gereja dapat menggunakan media internet. Pelayan melalui media internet dapat dilakukan, misalnya gereja perlu mengirimkan bahan-bahan renungan harian, artikel. Melalui handphone dengan mengirimkan pesan-pesan alkitabiah terhadap warga jemaat.
Penginjilan merupakan salah satu tugas gereja yang sangat penting sesuai dengan amanat Agung Tuhan Yesus dalam Matius 28:19-20. Ada beberapa hal yang dapat dilihat sebagai kontribusi pelayanan yang dapat dilakukan melalui media elektronika, misalnya seperti radio. Teknologi bijak untuk disikapi sebagai berkat Tuhan kepada manusia. Di dalam perspektif Kristen, era informasi dan teknologi merupakan peluang untuk mewujudkan secara maksimal berita keselamatan yang dinyatakannya dalam Yesus Kristus. Di satu pihak Allah menghendaki manusia hidup sejahtera agar manusia dikaruniai akal budi, sehingga manusia dapat mengembangkan kehidupannya. Kebutuhan dan penyebaran informasi sebenarnya sejalan dengan semangat kristiani. Maka, kemajuan teknologi adalah potensi yang terbuka untuk dikembangkan bagi kepentingan pelayanan gereja.
Melihat keadaan hidup manusia pada era informatika, gereja harus secara proaktif dalam tugas dan pelayanannya. Misalnya, melakukan program pelayanan yang disesuaikan dengan informatika tanpa menghilangkan sistem tradisional dalam berkomunikasi. Gereja juga harus sudah dapat menggunakan alat-alat informatika dan mengakses berbagai informasi yang dibutuhkan.
Setiap informasi harus dapat dipahami sebagai bahasa untuk petunjuk “planning direction” (perencanaan dan pelayanan). Dengan demikian kemajuan teknologi informatika tidak hanya berpengaruh terhadap dunia, termasuk gereja dan orang-orang Kristen. Gereja perlu mengadopsi nilai-nilai yang baik yang diperoleh dari informatika dan mengkomunikasikannya ke dalam kehidupan bergereja. Memang di satu sisi perkembangan teknologi informatika ada yang bersifat destruktif terhadap pelayanan dan kehadiran gereja. Disisi lain, perkembangan teknologi informatika dapat menjadi suatu peluang untuk mengembangkan suatu pelayanan gereja. Melalui teknologi informatika, kelemahan-kelemahan dalam pelayanan dan hambatan untuk meningkatkan efektivitas dan peningkatan pelayanan dapat teratasi. Salah satu hal positif dari perkembangan informatika adalah munculnya rasa tanggung jawab secara individual terhadap gereja. Setiap pribadi mempunyai peran yang dibutuhkan gereja. Hendaknya gereja menjadi tempat terbuka bagi siapa saja baik pribadi maupun keluarga warga jemaat, untuk bersekutu dan melayani sesuai dengan talenta yang dimilikinya masing-masing. Melihat keadaan hidup manusia pada era informatika, gereja harus proaktif memanfaatkan alat-alat informasi dalam pelayanan. Misalnya: dalam membentuk program pelayanan maka para pelayan harus menjadi orang yang dibangun atau yang mampu memanfaatkan alat-alat informasi tanpa menghilangkan sistem komunikasi tradisional.
Ada dua kemungkinan sikap gereja terhadap perkembangan komunikasi dan informasi, yaitu:
1. Gereja yang eksklusif: Gereja yang tertutup terhadap informasi dan komunikasi beserta alat-alat atau media informasi. Pemberitaan Injil, khotbah dan pengajaran iman Kristen hanya melalui komunikasi tradisional yaitu dengan pengajaran verbal (diluar itu tidak ada diminati).
2. Gereja yang inklusif: Ada gereja yang terbuka terhadap informasi dengan melakukan program pelayanan dan memanfaatkan sarana-sarana informasi yang ada. Dalam setiap pelayanan selalu menggunakan berbagai data untuk menyebarkan pengajaran iman Kristen dan berita Alkitab.
Sikap gereja yang kita harapkan ialah dengan terbuka menerima informasi tersebut sekalipun harus diakui bahwa setiap informasi dapat berdampak destruktif (merusak) sekaligus dapat juga bersifat membangun (konstruktif). Namun justru karena kedua sikap itu dalam informasi dapat berfungsi sebagai pengarah program pelayanan (planning direction).
Dengan melihat sisi positif dan negatif tersebut, gereja dapat memanfaatkan informasi sebaik-baiknya sebab melalui sarana dan prasarana informasi, kelemahan-kelemahan pelayanan dan hambatan-hambatan yang ditemukan dapat teratasi. Gereja melalui pelayanannya juga harus mampu hadir ditengah-tengah jemaat sesuai dengan perilaku atau pribadi yang terjadi dalam jemaat. Dengan demikian pelayanan gereja di era informasi harus memanfaatkan sarana informasi dan komunikasi seefisien dan seefektif mungkin.
Hendaknya gereja menggunakan media massa menjadi kekuatan dalam peluang PI. Kekuatan media massa memiliki peluang untuk mengkonstruksi realitas yang sangat besar. Media dengan mudah menciptakan kebenaran menurut persepsi dari media tersebut. Masyarakat akan dengan mudah menginterpretasikan sebuah kebenaran yang dianut oleh media tersebut, dan itu bisa berakibat baik dan juga sebaliknya.
Dalam teori pembelajaran sosial media berada diposisi sentral di dalam struktur kehidupan bermasyarakat, baik itu pengaruh, kepentingan maupun nilai-nilai kebenaran dapat dipertontonkan lewat eksistensi media tersebut. Jika dipandang dari sudut teori pembelajaran sosial. Maka pemakaian media massa untuk pemberitaan Injil dan pembentukan karaktek bangsa adalah hal yang urgen untuk dilaksanakan gereja. Gereja perlu mengimbangi media-media lain yang komersial. Berbagai penelitian mengatakan, menonton televisi dengan tayangan yang berisikan kekerasan, konsumerisme, secara berlebihan di kalangan anak-anak bisa menyebabkan cara hidup yang pasif dan malas bergerak pada anak-anak. Dalam hal ini gereja dapat melakukan, dimana gereja sebagai kekuatan yang berada diluar media dapat mempengaruhi pemilik media dan pelaku media agar lebih berpihak kepada nilai-nilai universal seperti yang diajarkan oleh Yesus. Nampaknya media massa, kini dan masa yang akan datang akan menjadi salah satu faktor yang menentukan untuk membentuk kepribadian manusia baik secara negatif dan positif.
Oleh sebab itu bagi gereja media massa menjadi peluang dan tantangan dalam pelayanan. Sehubungan dengan pemaparan di atas maka ada beberapa yang menjadi peran penting media massa yang perlu disikapi dalam meningkatkan pelayanan gereja yakni:
1. Media massa sebagai sarana untuk berkoinonia
a. Media massa sebagai sarana untuk membangun antusias jemaat beribadah.
b. Melalui Hand Phone gereja dapat membangun hubungan komunikasi. Persaudaraan di dalam kasih Kristus terhadap jemaat baik secara personal, komunal, regional, maupun global.
c. Melakukan upaya-upaya kemitraan bersama gereja-gereja dan lembaga-lembaga Kristen lainnya untuk mencapai misi gereja.
d. Membangun kemitraan antar jemaat Kristen dalam wadah oikumenis.
e. Membangun komunikasi secara internsif dan berkelanjutan terhadap jemaat baik dalam hal ucapan ulang tahun kelahiran, ulang tahun pernikahan, dukungan moral.
f. Mengadakan kegiatan-kegiatan yang dapat memupuk dan meningkatkan kerja sama antar gereja.
2. Media massa sebagai sarana bermarturia
Sebagai sarana untuk menyuarakan suara kenabian baik bagi warga jemaat, masyarakat dan juga pemerintah, yakni:
a. Mengadakan kursus-kursus dan seminar-seminar tentang pelayanan media massa, terutama pelayanan kristiani melalui media cetak dan elektronik.
b. Menggunakan dan memanfaatkan media komunikasi massa, khususnya media cetak dan media elektronik sebagai sarana untuk memberitakan kabar baik bagi masyarakat.
c. Media massa (HP, TV, Radio) dapat sebagai alat untuk mengkomunikasikan Injil dan sebagai sarana penginjilan yang praktis.
d. Media massa sebagai sarana untuk melakukan sharing, diskusi maupun dialog secara personal.
e. Membuat program-program siaran rohani bagi radio dan televisi yang berisi penerangan, pendidikan, kebudayaan dan penghiburan yang berlandaskan pada etika kristiani.
f. Sebagai sarana informasi cepat dan praktis sehingga dengan mudah jemaat mengetahui dan terpanggil untuk menjadi bagian dari misi gereja.
g. Sebagai sarana untuk memberikan pendidikan sosial politik, sosial ekonomi, sosial budaya, IPTEK.
h. Memberikan pemahaman dan panggilan orang Kristen dalam konteks masyarakat majemuk.
i. Media massa sebagai sarana memberikan pengajaran moral, spiritual, melalui TV, Radio, HP, Internet, media cetak, majalah gereja, dll.
3. Media sebagai sarana berdiakonia
a. Media massa sebagai sarana untuk sosialiasi progam pelayanan dalam bidang sosial gereja.
b. Membuka peluang-peluang bagi orang-orang Kristen untuk mengekspresikan imannya dengan berdiakonia.
c. Sebagai sarana sosial untuk solidaritas.
d. Media massa sebagai sarana pelayanan pastoral; menghibur orang yang sakit, menguatkan yang berduka, meneguhkan yang bergumul dengan masalahnya, dan sebagainya.
Prinsip Komunikasi Kristiani
Antropolog Edward T. Hall (1973) berpendapat bahwa budaya adalah komunikasi dan komunkasi adalah budaya. Dengan kata lain, “tak mungkin memikirkan komunikasi tanpa memikirkan konteks dan makna kulturalnya” (Kress, 1993:13). Harus diakui bahwa budaya menentukan cara kita berkomunikasi: topik-topik pembicaraan, siapa boleh berbicara atau bertemu dengan siapa, bagaimana dan kapan, bahasa tubuh, konsep ruang, makna waktu, sangat bergantung pada budaya. Deddy Mulyana, Komunikasi Lintas Budaya (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011).
Komunikasi kristiani adalah elemen yang sangat fundamental dari kekristenan. Sejak awal penciptaan dunia ini, manusia tidak dimaksudkan untuk hidup sendiri. Orang Kristen harus hidup di dalam komunitasnya, yaitu gereja. “Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah,.. “ (Ef. 2:19). Sejak menerima Kristus sebagai Juruselamat maka setiap orang Kristen menjadi bagian dari keluarga Allah, yang juga digambarkan Paulus sebagai bagian dari tubuh Kristus yang saling membutuhkan satu sama lain. “Kamu semua adalah tubuh Kristus dan kamu masing-masing adalah anggotanya.” (1 Kor. 12:27). Selain bersekutu kita juga ditugaskan untuk mengerjakan Amanat Agung Tuhan Yesus, yaitu mengajar, menjadi saksi Kristus, dan menjadikan murid. Maka komunikasi menjadi sangat vital dalam persekutuan kristiani bagaikan urat nadi dalam tubuh manusia, sebagaimana ungkapan Jonathan L. Parapak dalam buku Kepemimpinan Kristiani (STT Jakarta 2003).
Alkitab penuh dengan contoh-contoh komunikasi. Pesan Allah kepada Adam dan Hawa sangat jelas dan tegas, komunikasinya langsung dan mudah dipahami. Semua persoalan komunikasi berakar di Taman Eden. Allah memilih hubungan yang sangat intim dengan manusia, yang Ia ciptakan sebagai makhluk yang dapat berkomunikasi. Adam berkomunikasi secara pribadi dengan menggunakan bahasa. Kemudian Iblis mengupayakan tipu daya untuk memunculkan keraguan akan firman Allah kepada Hawa hingga akhirnya menjatuhkan manusia. Maka komunikasi dengan Allah dan sesamanya menjadi retak.
Bagi seorang Kristen, kualitas komunikasi dengan Tuhan berperan penting dalam komunikasinya dengan sesama. Semakin dalam komunikasinya dengan Tuhan, semakin ia memahami apa yang Tuhan ingin ia perbuat terhadap diri, sesama, dan lingkungannya. Bila komunikasi dengan Sang Pencipta tidak berjalan lancar dan baik, komunikasi dengan sesama menjadi tidak efektif karena ia tidak bisa memahami sesamanya. Banyak masalah terjadi yang disebabkan oleh kegagalan seseorang dalam berkomunikasi. Kunci keberhasilan seseorang dalam berkomunikasi adalah kejernihan pikiran dan kejelasan akan apa yang hendak disampaikan, bukan sekadar kalimat-kalimat indah yang tak jelas maknanya.
Kita akan mempelajari komunikasi yang dilakukan Tuhan Yesus dalam perjalanan-Nya untuk menyelesaikan misi Allah. Yesus adalah komunikator yang agung. Ia memahami keadaan manusia (Yoh. 2:25). Ia, tahu setiap orang adalah berdosa dan membutuhkan Juruselamat (Luk. 5:30-32). Yesus berjalan bersama dengan orang-orang berdosa, berbicara dengan mereka, dan ikut merasakan apa yang mereka rasakan. Ia mendatangi orang-orang itu di pinggir jalan, di ladang, di pesta pernikahan. Ia betul-betul mengenal audience-Nya.
Kedatangan Yesus ke dalam dunia merupakan metode Allah untuk berkomunikasi dengan manusia. Allah mempunyai berita, pesan, firman yang harus disampaikan kepada manusia. Tetapi Ia juga tidak mengabaikan metode penyampaiannya. Cara Tuhan menyampaikan Firman kepada manusia pun beraneka ragam. Kepada Adam dan Hawa, Allah menyampaikan perintah-Nya dengan suara yang jelas. Kepada Raja Daud, Allah menegur melalui Nabi Natan dengan sindiran yang tegas dan keras. Kepada orang banyak, Yesus banyak menyampaikan perumpamaan-perumpamaan. Saat berkhotbah di bukit, Yesus menggunakan bahasa yang sederhana. Namun ketika berbicara dengan Nikodemus, seseorang yang terpelajar, Ia menggunakan bahasa yang filosofis. Dan itu baru sebagian dari cara Tuhan kita berkomunikasi.
Tetapi di balik semua metode yang kreatif itu, Yesus memulai dari pengenalan dan pemahaman mengenai manusia yang dihadapi-Nya. Berita yang disampaikan-Nya selalu berorientasi kepada kebutuhan audience-Nya. Perhatikanlah bagaimana Ia mendekati perempuan Samaria sebagaimana yang dikisahkan dalam kitab Injil Yohanes pasal 4. Yesus tidak mulai dengan “message” atau berita atau firman yang hidup itu. Memang Kabar Baik itulah yang menjadi kebutuhan utama wanita Samaria tersebut. Itu juga yang menjadi kebutuhan yang sebenarnya (real need) dari manusia. Tetapi dalam pendekatan-Nya, Yesus mulai dengan apa yang dirasakan (felt need) perempuan Samaria itu. “Berilah Aku minum” adalah kata-kata pembukaan Yesus ketika Ia mendekati perempuan Samaria itu pada waktu terik matahari di pinggir sumur Yakub. Kalimat itu tidak sekadar menyatakan bahwa Yesus membutuhkan air minum, tetapi kata-kata itu bisa juga berarti "Aku mau bersahabat denganmu". Ungkapan ini sungguh menggetarkan hati perempuan Samaria itu. Sebab baginya tidak mungkin seorang Yahudi mengungkapkan kata-kata seperti yang Yesus ucapkan kepada seorang Samaria.
Pendekatan Yesus kepada perempuan Samaria langsung menyentuh kebutuhannya. Rupanya wanita Samaria itu merasa tertolak oleh kaum Yahudi yang, sebagaimana kebanyakan kita, tidak senang dengan sikap penolakan oleh orang lain. Manusia membutuhkan penerimaan dan pengakuan orang lain. Ia akan merasa tidak aman kalau ditolak. Nah, Yesus mengetahui keadaan ini. Karena itu, Ia mulai dengan suatu sikap bersahabat, “Berilah Aku minum.”
Komunikasi dikatakan sukses bila pihak lain (dalam hal ini pendengar atau audience, ada juga yang mengistilahkannya dengan komunikan), mengerti maksud kita sebagai pembawa pesan (komunikator) dan bertindak sesuai dengan keinginan kita terhadapnya. Namun untuk sampai kepada taraf itu, kita harus mulai memahami kebutuhan audience.
Komunikasi Yang Sehat dalam Keluarga Kristen
Allah menciptakan keluarga (Kej. 1:26-28), sebagai wadah/wahana di dalam mana kita dipanggil untuk lebih memahami dan menghayati apa artinya menjadi “gambar Allah”. Kehidupan keluarga menggambarkan suatu kesatuan yang serasi, sebagaimana Allah Tritunggal yang bersatu dengan harmonis.
Anak-anak adalah hasil persekutuan diri suami-istri. Bukan milik tetapi karunia Tuhan. Kebahagiaan suami-istri tidak diletakkan kepada anak-anak, tetapi kepada Allah yang adalah sumber di mana kita beroleh hidup. Kepada Dia saja kita bergantung, dan untuk Dia kita hidup, bagi-Nya kita tujukan pengabdian kita demi hormat dan kemuliaan-Nya.
Dengan demikian keadaan tidak mampu beroleh anak, patut diterima tanpa sesal, dan tidak perlu mengakibatkan ketidak bahagiaan atau alasan untuk bercerai. Kita harus menyadari bahwa anak-anak kita ada terutama untuk dan demi Allah, bukan untuk dan demi kepentingan kita. Keberhasilan sebuah keluarga menjadi wadah di mana tiap pribadi menyadari panggilannya sebagai citra Allah, sangat ditentukan oleh mutu hubungan suami-istri dan mutu relasi orang tua dengan anak.
Bagaimana membangun komunikasi yang baik? Tak bisa dipungkiri, keluarga masa kini sudah terjebak dalam arus modernisasi dan kecanggihan teknologi. Tak pelak, masing-masing ruang tidur banyak sudah dilengkapi dengan audio visual, komputer, telepon, dsb. Sesungguhnya keluarga yang demikian ini, walaupun memiliki alat hiburan yang lengkap, adalah keluarga yang sepi, karena terdiri dari anggota keluarga yang ‘bisu’, terasing satu dari yang lain. Banyak informasi yang harus mereka dengarkan, dan harus melakukan gerak yang sedemikian cepat, jika tidak mau dibilang ‘ketinggalan zaman’ membuat orang cenderung tidak lagi mengembangkan persahabatan, memberikan waktu pada anggota keluarga yang lain untuk berbincang-bincang, atau berkomunikasi dari hati ke hati.
Semua dilakukan dengan cepat, basa-basi, atau dangkal-dangkal saja. Akibatnya kesadaran diri dalam relasi dengan anggota keluarga yang lain sebagaimana digambarkan di atas, di mana tiap pribadi tumbuh menjadi satu keluarga yang menggambarkan citra Allah, menjadi kabur. Di sinilah keluarga Kristen seharusnya terpanggil untuk menunjukkan kesaksian melalui “Komunikasi isi hati” yang diberi tempat utama dalam menjalin relasi dengan anggota keluarga yang lain. Tiap pribadi bisa merasakan bahwa keluarga berfungsi sebagai oasis di tengah padang gurun, seperti pelabuhan perteduhan dari dunia yang keras dan penuh ancaman. Apa yang menjadi kesedihan satu anggota keluarga, dapat dirasakan oleh semua anggota keluarga dan menjadi pergumulan bersama dalam doa. Begitu pula apa yang menjadi sukacita satu orang menjadi sukacita seluruh keluarga dan menjadi syukur keluarga kepada Tuhan.
Semua terbuka untuk mencari ‘jalan keluar’ dalam terang firman Tuhan. Sekalipun dibutuhkan kesabaran untuk ‘mendengarkan’ dan tidak ‘menyakiti’ hati pihak lain, mutu hubungan yang demikian inilah yang Tuhan berkenan (Ef. 6). Paulus menyebutkan relasi suami-istri yang saling mengasihi adalah menggambarkan relasi Kristus dan jemaat-Nya (Ef. 5).
Banyak orang tidak dapat melihat, bagaimana besar kasih Allah kepada jemaat-Nya, karena relasi mereka tidak mencerminkan realasi cinta yang saling melindungi dan menghormati. Sebagaimana tatanan yang ditetapkan oleh Tuhan. Bila tiap keluarga menyadari akan panggilan-Nya ini, maka kehidupan rumah tangga Kristen akan menjadi keluarga yang sungguh menyaksikan apa arti dari keluarga bahagia, keluarga yang memiliki persekutuan yang indah, kedamaian, saling memaafkan, sebagaimana Kristus menerima kita. Pengorbanan Kristuslah yang selalu menjadi panutan dan dasar dari segala aksi kita.
Di sinilah perbedaan dengan keluarga pasca modern yang cenderung menampilkan penampilan luar (image, gambar, kesan) lebih penting dari pada hakikat, jati diri keluarga itu. Penampilan, seperti keindahan yang tampak dari luar lebih diutamakan daripada integritas, moralitas, sosialitas, apalagi spiritualitas keluarga itu.
Komunikasi Kristen dalam Biblical Foundation
Komunikasi adalah sebuah frame teori dimana komunikator menyampaikan pesan dengan atau tanpa medium kepada komunikan dan kemudian memberi feedback kepada komunikator. Teori tersebut dinamai “frame Komunikasi”. Untuk menghidupkan frame komunikasi agar bermanfaat bagi kehidupan manusia, maka kita perlu mengisi frame tersebut. Contohnya, bagi orang Kristen yang hendak memberitakan Injil, isi pesan adalah berita mengenai kelahiran, kehidupan dan karya Yesus hingga kematian-Nya di kayu salib. Dengan demikian frame komunikasi menjadi komuikasi mengenai pemberitaan Injil.
Apabila diperluas lagi, “frame komunikasi” diberi pesan berita etika orang-orang Kristen berdasarkan Alkitab, komunikasi tersebut menjadi komunikasi etika Kristen. Frame komunikasi yang diberi pesan meneladani kehidupan Yesus Kristus dengan mempraktikkan kasih Agape, komunikasi tersebut menjadi komunikasi hidup seperti Yesus.
Jadi, disebut komuikasi Kristen apabila frame komunikasi ini diisi dengan nilai-nilai Kristen berdasarkan Alkitab. Dengan demikian, orang-orang Kristen hidup dengan memanfaatkan komunikasi Kristen sebagai karakter kekristenannya.
Tingkatan Komunikasi Kristen
Ada 4 tingkatan komunikasi Kristen:
1. Tingkatan Allah berkomunikasi dengan manusia Kristen. Tingkatan ini menyatakan bahwa Allah berkomunikasi dengan manusia bukan karena gagasan manusia melainkan gagasan Allah sendiri. Allah berinisiatif sendiri untuk berkomunikasi dengan kita.
2. Allah berkomunikasi dengan manusia yang belum Kristen. Komunikasi disini merupakan penawaran bagi bangsa-bangsa di dunia untuk memperoleh keselamatan kekal. Dalam PL, Allah memakai bangsa Israel sebagai sarana memenangkan bangsa-bangsa didunia, sedangkan dalam PB, Allah memakai inkarnasi Tuhan Yesus sebagai pintu keselamatan kekal.
3. Tingkatan manusia Kristen berkomunikasi dengan sesame Kristen. Tujuannya adalah untuk menyadarkan oaring Kristen agar menjalankan amanat missioner yang ada dalam dirinya, kemudia menghibur, menasehati dan mengajar agar iman sesama Kristen dapat bertumbuh seperti Yesus Kristus.
4. Tingkatan manusia Kristen berkomunikasi dengan manusia bukan Kristen. Orang Kristen ada;ah missioner, karena itu ia bertanggung jawab memberitakan Injil kepada manusia yang belum Kristen.
Yang mengagumkan dalam mata kuliah ini adalah bagaimana Allah mengambil sikap inisiatif dalam hal komunikasi. Ia menginginkan persekutuan dengan umat-Nya. Inisiatif Tuhan terlihat dalam kisah di taman Firdaus, Allah mencari manusia walaupun Ia tahu bahwa manusia sudah berdosa. Ia memilih untuk berkomunikasi dengan kita manusia dan Ia berusaha bagaimana memulihkan hubungan dengan umat-Nya dengan cara mengorbankan anak-Nya sebagai satu-satunya jalan keselamatan dan hidup.
Kualitas Komunikasi: Kompetensi Sosial
Selain sebagai makhluk pribadi (persona) atau individual, guru juga diciptakan Allah sebagai makhluk sosial. Ia membutuhkan sesamanya, dan ia juga dibutuhkan mereka. Ia dipengaruhi atau dibentuk oleh sesamanya. Begitu juga sebaliknya, ia dapat memengaruhi sesamanya. “Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya,” Amsal 27:17.
Tad Ward (Anthony, 2001) mengemukakan bahwa ketika mengajar, guru memainkan peran dan fungsi social karena berinteraksi dengan anak didik, rekan kerja, dan masyarakat di luar ruang pembelajaran. Sebaliknya, ketika belajar, anak didik juga memainkan peran sosial, yang membuatnya dapat berinteraksi dan berkomunikasi dengan rekan-rekannya serta dengan gurunya. Baik buruknya komunikasi yang diperankan oleh guru memengaruhi prestasi belajar anak didik.
Kemampuan sosial juga patut mendapat perhatian guru. Artinya, kemampuan berkomunikasi dan membangun relasi secara sehat harus dipelihara dan dikembangkannya. UU Guru dan Dosen (2005) mengisyaratkan bahwa kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergau secara efektif dengan peserta didik, berkomunikasi dan bergaul dengan sesame pendidik atau tenaga kependidikan, mampu berkomunikasi dan bergaul dengan orang tua/wali peserta didik serta masyarakat sekitar (Mulyasa, 2007; Kunandar, 2007).
Tokoh pendidikan nasional, Ki Hadjar Dewantara, pernah mengemukakan tiga tugas utama sosial guru dengan ungkapannya terkenal, yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani. Artinya, ketika berada di depan, di antara para muridnya, guru membangunkan semangat atau memotivasi; dan dari belakang ia bersikap mengayomi mereka. Dalam hal itu, Dewantara melihat posisi guru senantiasa berada di depan, di antara/di tengah, dan di belakang para murid-muridnya.
Guru mungkin tahu bahwa dirinya harus memainkan peran dan fungsi sosial terhadap anak didik, rekan kerja, orang tua dan wali murid, serta dengan masyarakat di sekitarnya. Masalahnya, bagaimana cara membenahi diri dalam kompetensi sosial itu, bagaimana supaya kita memiliki energy atau kemampuan. Cara kita dibesarkan masa lalu dalam keluarga, berkaitan dengan pola-pola komunikasi, turut serta memengaruhi kita pada masa sekarang. Pola-pola komunikasi yang baik atau buruk itu telah tertanam pada masa lalu. Oleh karena itu, acap kali tridak mudah untuk mengubah pola komunikasi yang buruk (atau yang kasar) karena itu telah menjadi sebuah kebiasaan.
Untuk memperoleh dan menikmati kemampuan itu, guru harus menyerahkan anggota tubuhnya kepada Allah sebagai persembahan yang hidup dan kudus supaya dipergunakan menjadi senjata kebenaran, termasuk lidah dan mulut sebagai instrument komunikasi (Rm. 6:13-14; 12:1). Hati juga harus dijaga karena dari situlah terpancar komunikasi yang baik atau buruk (Ams. 4:23). Hati yang baik memancarkan komunikasi yang baik, dan begitu sebaliknya. Kita menampakkan apa yang terjadi di dalam diri kita (inside out) melalui perkataan dan perbuatan.
Banyak pedoman komunikasi yang dijelaskan oleh firman Tuhan yang dapat direnungkan oleh guru agar melahirkan kesanggupan. Apalagi, apa yang kita pikirkan itu memengaruhi sikap, perasaan, dan perbuatan. Kitab Amsal 15:1-2 mengemukakan beberapa di antaranya. “Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah. Lidah orang bijak mengeluarkan pengetahuan, tetapi mulut orang bebal mencurahkan kebodohan.” Amsal 15:7, “Bibir orang bijak menaburkan pengetahuan, tetapi hati orang bebal tidak jujur.” Amsal 17:27, “Orang berpengetahuan menahan perkataannya, orang yang berpengertian berkepala dingin.” Amsal 25:11, “Perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya, adalah seperti buah apel emas di pinggan perak.” Amsal 25:18, “Orang yang bersaksi dusta terhadap sesamanya adalah seperti gada, atau pedang, atau panah yang tajam.”
Dalam hal berkomunikasi, Tuhan Yesus mengatakan agar kita berkata ya apabila ya dan tidak untuk sebaliknya (Mat. 5:37). Ucapan kita itu harus konsisten dan berintegritas, dapat dipercaya. Jadi, kalau berjanji kepada murid bahwa tugas-tugasnya akan diperiksa dan dikembalikan, misalnya, janji itu haruslah ditepati. Yesus juga mengingatkan bahwa ucapan kita menjadi hakim atas diri kita sendiri. Matius 12:37 “Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum.” Untuk itu, hati harus mendapat pembaruan sebab dari hatila muncul pikiran jahat, kelicikan, iri hati, hujat, kesombongan, dan kebebalan. Semuanya itu menjadi penghambat komunikasi dan relasi sehat (Mrk. 7:15, bdk. Ams. 4:23).
Pedoman untuk membangun relasi yang baik dengan siapapun menurut Yesus adalah sebagai berikut. Matius 7:12 “Segala sesuatu yang kamu kehendaki orang perbuat padamu, perbuatan demikian juga kepada mereka . . .” Bahkan, terhadap orang kecil, termasuk orang yang kurang pintar dan anak-anak, kita tidak boleh menganggap mereka rendah, tetapi menilainya sebagai orang yang bermakn, seperti yang dilakukan Bapa surgawi (Mat. 18:10).
Secara praktis, kalau guru ingin dihargai anak didik, orang tua murid, dan oleh rekan kerjanya, ia harus lebih dahulu melakukan hal yang serupa. Guru tidak boleh menunggu hal baik dahulu dari orang lain, kemudian membalasnya. Sebagai “garam” dan “terang”, guru Kristen harus melepaskan rasa asin yang menyedapkan dan terang yang menerangi dari dalam diri atau perbendaraan hatinya. Kalau “rasa asin” itu tawar dan “terang” dalam diri guru itu meredup, terjadilah masalah. Tidak ada hal baik yang dapat keluar dari hati dan pikiran yang bermasalah.
Oleh karena itulah, Tuhan Yesus pernah mengatakan kepada orang banyak supaya percaya dan menerima-Nya dalam hati mereka. Barangsiapa yang percaya, demikian kata Yesus, dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup (Yoh. 7:38). Aliran-aliran air hidup itu ialah sifat-sifat luhur, kemampuan berkomunikasi dan berelasi yang sehat, serta buah dan karya Roh Kudus yang mendiami hati kita yang beriman kepada Kristus (bdk. Gal. 5:22-23).
Kepada orang Kristen mula-mula, Rasul Paulus memberi pesan dalam hal berkomunikasi, yaitu seperti berikut. Efesus 4;29 “Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, dimana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia.” Fitnah dan kata-kata kotor, disamping marah dan geram, semuanya harus dibuang dari kehidupan mereka. Janganlah lagi kamu saling mendustai, karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya (Kol. 3:8-10).
Senjata guru ada pada lidahnya, pada kata-kata dan kalimat yang diucapkannya. Dengan lidah, ia dapat menyakinkan muridnya atau dapat pula menghancurkannya. Misalnya, bila guru mengucapkan kata-kata penghinaan, akibat dari kata-kata yang merendahkan itu semangat belajar anak didik melemah.
Rasul Yakobus mengemukakan bahwa orang Kristen harus menjaga lidahnya agar tidak menodai ibadahnya. Yakobus 1:26 “Jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya.” Yakobus 3:9-10, “Ia juga mengingatkan orang Kristen termasuk guru supaya senantiasa memilihara lidah, menjaga, dan mengekangnya sehingga selalu mengatakan yang baik dan benar serta memuliakan Allah.” Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah, dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian terjadi.”
Dalam hal membangun relasi terhadap anak didik, rekan sekerja, dan terhadap masyarakat, kita harus menjauhkan diri dari sikap memandang muka. Murid dan orang tua yang kaya mendapat perhatian, tetapi murid yang miskin dan kurang pintar terabaikan. Yakobus menasihatkan kita agar iman jangan diamalkan dengan memandang muka (Yak. 2:1) karena sikap memandang muka adalah dosa (Yak. 2:9). Untuk itu, hal yang seharusnya dipergunakan guru di dalam membangun relasi dan komunikasi sosial ialah hikmat dari atas, yang diwarnai kelemahlembutan, kemurnian, belas kasihan, dan keramahan (Yak. 3:13-18).
Takut terbuka dan membuka diri kepada orang lain merupakan kendala di dalam pengembangan kompetensi sosial kita sebagai guru. Ketakutan itu harus diatasi. Sebagaimana telah dikemukakan, kasih Bapa di dalam Yesus Kristus yang dinyatakan oleh Roh Kudus sanggup mengubah ketakutan menjadi keberanian untuk terbuka (courage to openness).
Keberanian guru membuka hatinya, perasaan, dan pikirannya, selanjutnya memampukannya untuk membuka ruang dan waktunya. Dengan demikian, ia mengundang anak didik memasuki ruang hati dan geografisnya (rumah dan kantornya). Di sana terjadilah komunikasi yang memperkaya dan membangun. Proses belajar pun menyenangkan. Bahkan, guru dan murid sama-sama mencintai pengetahuan, nilai hidup, dan keterampilan yang dipelajari. Pada akhirnya, segala perkara yang dipelajari menjadi sangat berguna. B. S. Sidjabat, Mengajar Secara Profesional, Cetakan Keempat Edisi Revisi. Bandung: Kalam Hidup, 2011.
BAB III
Komunikasi Suami Isteri dalam Keluarga Kristen
Communication is a very vital factor in a healthy marriage between man and woman as they together build a Christian family. Communication after a couple has just gotten married gives them many challenges as they try to fit their lives together, with each coming from a different background and having different expectations for how they will live and work together. Even after several years of marriage they still need to have open communication between them because of the challenges that marriage normally brings. Among these are their together starting a family, their children growing up, their parents and in-laws getting older and moving in to their home as well as each partner having differing ways of communication, some of them less than perfect.
They need to learn about healthy ways of communicating with each other. They also need to learn how to handle unavoidable conflict in a healthy way. There are 6 principles of handling conflict well that they can incorporate into their marriage. Communication in marriage is of the utmost importance and needs to be a high priority between husbands and wives for their whol e life together.
Komunikasi adalah hal yang sangat penting diusahakan di antara suami dan isteri di keluarga Kristen, sehingga pasangan Kristen perlu secara sengaja mempelajari berkomunikasi dengan baik bersama. Firman Tuhan mendukung prioritas ini. Ada banyak ayat di Alkitab mengenai komunikasi dan sikap dan perbuatan yang baik terhadap orang lain, termasuk bagi pasangan suami-isteri. Ayat-ayat inilah yang harus menjadi dasar pembicaraan mengenai komunikasi yang sehat oleh suami isteri dalam keluarga yang sehat.
Dasar Alkitabiah komunikasi dan Sikap yang Sehat kepada Pasangan Hidup
Ayat-ayat Alkitab Mengenai 1) Komunikasi dan 2) Sikap dan Perbuatan yang Baik Terhadap Orang Lain, Termasuk Pasangan Kita, adalah: dalam Perjanjian Lama, kitab Amsal 15:1, “Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah.” Amsal 15:4, “Lidah lembut adalah pohon kehidupan, tetapi lidah curang melukai hati.”
Sementara itu dalam Perjanjian Baru, Efesus 4:29, “Pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia.” Efesus 4:15, “Dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih.” Filipi 2:14, “Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah- bantahan.” Galatia 5:22-23, “Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu.”
Filipi 2:3-4, “hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.” 1 Korintus 10:24, “Jangan seorangpun yang mencari keuntungannya sendiri, tetapi hendaklah tiap-tiap orang mencari keuntungan orang lain.”
Komunikasi Suami-Isteri Pada Waktu Baru Menikah
Setiap manusia berbeda daripada yang lain, termasuk pasangan suami-isteri. Ada banyak jenis perbedaan. Misalnya sering kali latar belakang mereka masing-masing berbeda. Ada yang berasal dari keluarga kaya, sedangkan pasangannya dari keluarga miskin. Ada yang berasal dari keluarga sehat dan baik, sedangkan pasangannya berasal dari keluarga yang sangat berdisfungsi! Juga sifat dan kepribadian mereka masing- masing bisa jauh berbeda, misalnya, mungkin isteri bersifat ramah tamah sehingga suka berkomunikasi secara terbuka dengan banyak orang, sedangkan suaminya bersifat pendiam, merasa lebih enak kalau duduk di depan komputer sampai berjam-jam, sendirian! Sering kali pandangan suami-isteri masing-masing mengenai kebiasaan sehari-hari jauh berbeda, misalnya satu suka sering kali membeli makanan di luar, sedangkan pasangannya merasa lebih baik kalau selalu masak sendiri!
Setelah beberapa tahun menikah komunikasi masih harus diusahakan seterusnya!
Banyak suami-isteri, walaupun mereka yang sudah lama menikah, masih menghadapi berbagai macam masalah karena hambatan dalam komunikasi mereka. Misalnya: waktu Ibu melahirkan anak dan menjadi sangat sibuk memeliharanya, kadang- kadang dia tidak memperhatikan kebutuhan suaminya seperti sebelum mereka menjadi orang tua. Suaminya merasa tidak enak, karena temannya yang sangat akrab dulu sepertinya sudah menjauhkan diri sekarang mereka diusahakan menjadi terbuka dan lancar.
Kemudian, setelah beberapa tahun pasangan menjadi orang tua, ada masalah komunikasi yang lain lagi diantara mereka. Anak-anak mereka,yang sudah lama menjadi lem yang memberi topik-topik kepada mereka untuk sering dibicarakan sehingga merasa berdekatan bersama, kemudian menjadi dewasa dan berangkat dari rumah! Orang tua merasa tidak ada topik lagi yang menarik untuk komunikasi diantara mereka. Mereka harus mencari topik baru yang menarik untuk membahas bersama.
Kadang-kadang ada masalah lain lagi yang menghalangi komunikasi suami- isteri, yaitu mertua sudah datang untuk tinggal bersama dengan mereka di rumah! Suami-isteri harus sangat berhati-hati berkomunikasi bersama karena orang tua selalu dengar, bahkan ada orang tua yang secara kasar berusaha mengatur rumah tangga anaknya! Ini bisa menimbulkan banyak konflik! Pasangan merasa lebih baik berdiam saja untuk mencegah konflik! Komunikasi terbuka mereka hilang! Mereka harus berusaha memperbaiki masalahnya dengan menyiapkan waktu untuk berkomunikasi.
Secara terbuka bersama di tempat dimana tidak bisa didengar orang lain.
kadang mereka bisa pergi berjalan-jalan bersama secara reguler diluar rumah sambil sharing perasaan mereka bersama.
kadang mereka bisa pergi berjalan-jalan bersama secara reguler diluar rumah sambil sharing perasaan mereka bersama.
Kadang-kadang suami atau isteri mempunyai sifat atau cara berinteraksi yang tidak terlalu mendukung komunikasi terbuka, misalnya salah satu bersifat selalu mendominasi percakapan sehingga teman hidupnya terpaksa menjadi pendiam! Langkah pertama untuk mengatasi sifat pasangan yang menghambat interaksi mereka bersama adalah menyadarinya, memberanikan diri untuk membicarakannya dengan pasangannya, lalu berusaha bersama mencari tindakan untuk mengatasinya. Kalau tidak secara sengaja mengusahakan komunikasi yang baik, bisa terjadi kesalah-fahaman bahkan bisa sampai menjadi konflik besar.
Pertamanya, sangat penting pasangan berusaha berempati dengan teman hidupnya. Dia perlu coba mengerti perasaan pasangan. Ini artinya dia berempati. Ini terjadi waktu pasangan berusaha menempatkan diri ke dalam situasi teman hidupnya, sehingga dia lebih memahami apa yang sedang dihadapinya dan perasaannya mengenai hal itu. Kalau pasangan berusaha menempatkan diri di dalam situasi teman hidupnya, dia akan lebih mengerti perasaannya.
Cara yang kedua berkomunikasi adalah sengaja mendengarkan pendapat teman hidupnya. Setiap manusia mempunyai kebutuhan untuk dihargai dan dikasihi. Salah satu cara untuk menunjukkan kasih kepada pasangan adalah cara mendengarkan dia. Kalau pasangan berusaha untuk sungguh mendengarkan teman hidupnya, dia akan merasa dikasihi dan dihargai. Tetapi usahanya mendengarkan orang lain tidak mudah dan memusatkan perhatian penuh kepada apa yang dikatakan teman hidupnya.
Cara yang ketiga berkomunikasi adalah suami dan isteri perlu secara sengaja berusaha menyampaikan prasaan hati mereka. Tetapi caranya penting untuk menyampaikan pendapat dan perasaannya dengan pasangannya. Harus secara terbuka, tetapi juga harus dengan cara lemah lembut supaya mudah diterima oleh pasangannya. Kalau isi beritanya bersifat sensitif, lebih baik mulai dengan memberitahukan perasaannya sendiri dulu, misalnya: Aku merasa takut waktu kamu tadi terlambat pulang. Ini lebih mudah diterima pasangan daripada secara keras mengatakan: Kau selalu tidak tepat waktu! Tidak tau bertanggung jawab! Tidak menghargai orang lain!”
Ada orang yang secara sengaja menyembunyikan sesuatu dari pasangannya. Misalnya memberitahukan anak: Ibu beri izin, tapi jangan cerita kepada ayahmu. Asal ayah tidak tahu, tidak apa-apa.” Sikap “Asal suami-isteri tidak tahu, tidak apa-apa.” merupakan racun dalam komunikasi. Mungkin maksud orangnya untuk menghindari percek-cokan kecil tetapi sesuatu yang disembunyikan bisa menjadi semakin besar. Akhirnya komunikasi terhambat sekali dan menimbulkan tembok besar di antara suami isteri.
Cara Menghadapi Konflik
Kalau manusia berusaha bekerja bersama, sering kali akan timbul konflik! Setiap manusia unik, berbeda dari orang lain. Sering kali juga perbedaan ini akan menimbulkan kesalah-fahaman. Ada lima kemungkinan cara untuk menyelesaikan konflik. Sering kali pasangan memakai caranya berbeda waktu menghadapi konflik.
1. Mengundurkan diri: Suami atau isteri menganggap tidak ada harapan dalam penyelesaian konflik ini. Lebih baik mundur dari konflik saja.
2. Menyerah: Suami atau isteri tidak setuju dengan pandangan pasangannya, tetapi daripada ribut, ya, biarlah. Menyerah saja tetapi dengan perasaan tidak enak. Tidak apa kalau saya yang berkorban, yang penting tidak ada ribut di rumah!”
3. Menang: Suami atau isteri merasa dirinya harus selalu menang! Kalau kemauannya tidak dituruti, dia akan terus bertengkar.
4. Berkompromi: Beberapa permintaan pasangannya dituruti, tetapi sebagai gantinya pasangan perlu rela menyerah dalam beberapa hal lain juga.
5. Menyelesaikan hal bersama: Suami dan isteri berdialog secara terbuka. Akhirnya tercapai suatu sepakatan yang keduanya dapat menerima dengan senang.
Enam Prinsip untuk Menyelesaikan Konflik
1. Selesaikan konflik sedini mungkin.
perselisihannya pada saatnya terjadi. Lalu langsung menyelesaikannya dan memaafkan orang yang bersalah supaya tidak menyimpan dendam secara bertumpuk-tumpuk untuk dipakai sebagai senjata pada waktu terjadi konflik di kemudian hari.
perselisihannya pada saatnya terjadi. Lalu langsung menyelesaikannya dan memaafkan orang yang bersalah supaya tidak menyimpan dendam secara bertumpuk-tumpuk untuk dipakai sebagai senjata pada waktu terjadi konflik di kemudian hari.
2. Hanya membicarakan satu masalah setiap kali. Janganlah membangkit-bangkitkan semua kesalahan-kesalahan lain dari masa lalu yang sebenarnya sudah diselesaikan dahulu.
3. Selesaikan masalah yang spesifik. Sebaiknya pasangan tidak secara umum menyalahkan teman hidupnya, melainkan secara pelan-pelan membuka hal spesifik yang menjadi masalah pada saat itu.
4. Menyerang masalahnya bukan menyerang pribadinya. Sangat sehat kalau suami atau isteri berhati-hati mengatakan hal yang menjadi masalah secara jelas dan tidak menkritikkan pribadinya pasangannya.
5. Buang Bomnya. Janganlah menyimpan dendam dan marah sampai lama lalu tiba- tiba melampaiskan seluruh kesalahan seperti ledakan "bom nuklir" besar. Tindakan memakai ledakan ini dapat melukai dan merusakkan anggota keluarga lain sampai lama, lebih lagi anggota keluarga yang tidak berdaya.
6. Menjalin pengertian. Sebaiknya pasangan berusaha untuk selalu memakai cara berkomunikasi yang terbuka dan sehat. Mendengarkan secara aktif perkataan dan perasaan yang sedang diungkapkan teman hidupnya. Mengecek kembali supaya pasti mengerti apa yang baru dikatakan teman hidupnya. Sangat baik kalau suami dan isteri keduanya menganggap kebutuhan teman hidupnya lebih utama daripada keinginan diri sendirinya.
Komunikasi dalam Pernikahan
Komunikasi dalam pernikahan adalah hal yang sangat penting sehingga perlu diusahakan secara khusus. Langkah pertamanya adalah suami dan isteri keduanya menjadi sadar bahwa mereka ingin maju. Kemudian mereka bisa bersama-sama menilai situasi mereka sekarang lalu mereka memilih cara-cara praktis untuk maju, supaya pernikahan mereka menjadi semakin indah. Pelayanan seorang konselor bisa sangat menolong dalam usaha ini. Sebaiknya pasangan langsung membahas pernikahan mereka menjadi semakin indah. Pelayanan seorang konselor bisa sangat menolong dalam usaha ini.
Komunikasi Suami-Isteri terhadap Anak dan Remaja
Orang tua diberi tanggung jawab khusus oleh Tuhan Yesus untuk mendidik dan membesarkan anak mereka supaya mengasihi dan mentaati Tuhan. Kita semua ingin membesarkan anak-anak kita supaya mereka mengikuti Tuhan dan juga berhasil baik dalam hidup mereka. Tetapi sering juga kita merasa bingung mengenai cara yang baik untuk mencapai tujuan itu. Apa yang Tuhan harapkan dari kita sebagai orang tua? Ulangan 6:5-7 Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan mengenai iman yang baik kepada anak-anaknya. Orang tua sendiri sungguh bersandar kepada Tuhan. Melibatkan anak dalam aktivitas gereja.
Orang tua sering membicarakan kebaikan Tuhan kepada anaknya secara informal dalam segala situasi kehidupan sehari-hari. Mengambil kesempatan bicara sambil makan,waktu bersantai, waktu berjalan, sebelum tidur, dsb. Berdoa dan mempelajari Firman Tuhan dengan anak Perintah Tuhan kepada orang tua. Amsal 22:6, “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.”
Bagaimana caranya mendidik anak-anak kita supaya mereka berhasil dan mengasihi Tuhan Yesus? Orang tua perlu berusaha supaya ada keseimbangan di antara dua hal:
1. Kasih sayang dan penerimaan anak, tanpa syarat
2. Diimbangi dengan peraturan dan disiplin yang konsisten.
Terkait dengan komunikasi ini, adakalanya pula dalam sebuah keluarga sering terdengar nama-nama julukan (label) dalam memanggil seseorang. Sebagai contoh, karena anak sering menangis, maka ia dijuluki Si Cengeng. Karena kulitnya tidak putih, anak mendapat julukan Si Hitam. Karena anak berbadan kurus, ia dipanggil dengan julukan Si Krempeng atau Si Kurus. Karena anak lemah dalam prestasi sekolahnya, ia diberi nama Si Goblok atau Si Tolol, bahkan Si Idiot. Tentu saja julukan itu tidak disukai oleh anak sehingga hatinya sangat kesal dan sakit. Perasaan demikian acapkali tidak disadari oleh orang yang memberikan label. Mereka seperti tidak merasa bersalah telah mengucapkan julukan yang mereka gemari, sementara julukan itu seperti anak panah yang menembak perasaan anak dan menusuk amat dalam.
Keluarga menunjukkan apakah ia merupakan sistem terbuka (open system), cukup terbuka, atau sebaliknya, agak dan bahkan sangat tertutup (closed system). Dalam keluarga yang terbuka, anggota-anggotanya memiliki kebebasan menyatakan pandangan dan perasaan. Keunikan individu anggota diterima baik sejalan dengan peningkatan kebersamaan. Komunikasi lancar. Relasi-relasi di dalamnya berkembang dengan erat dan hangat. Keluarga itu juga bersikap ramah terhadap kehadiran orang lain, apakah teman-teman anak atau sahabat-sahabat orangtua. Para tamu merasa betah atau at home dalam lingkungan itu. Sebaliknya, dalam keluarga tertutup, anggota-anggota tidak memiliki kemerdekaan atau peluang untuk mengemukakan isi hatinya. Komunikasi sangat kurang. Relasi tidak karib, apalagi mesra. Rumah keluarga itu jarang, bahkan mungkin saja tidak bersedia menerima kehadiran orang lain. Kemungkinan suasa emosi di dalamnya diwarnai kecurigaan. Ketika orang lain mencoba hadir ke dalamnya, mereka segera merasakan ketidaknyamanan.
B. S. Sidjabat, Membesarkan Anak dengan Kreatif: Panduan Menanamkan iman & Karakter kepada Anak Sejak Dini. Edisi Revisi (Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2012.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Chandra, Robby I. Teologi dan Komunikasi. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. 1996.
Cobb, Nancy dan Connie Grigsby. Bagaimana Membuat Suami Anda Mau Mendengar. Jakarta Barat: Penerbit Adonai, t.th.
Downing, Karla. 10 Prinsip Penyelamat Pernikahan yang Tidak Bahagia Bagi Wanita. Jakarta: Metanoia Publishing, 2005.
Maryani, Eni. Media dan Perubahan Sosial. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2011.
Nick and Nancy Stinnett, Joe and Alice Beam. Fantastic Families (Keluarga yang Kokoh dan Bahagia). Batam: Interaksara, t.th.
Nurudin. Tuhan Baru Masyarakat Cyber di era digital. Yogyakarta: Aditya Media Publishing. 2012.
Susilo, Vivian A. Bimbingan Pranikah: Buku Kerja Pasangan Pranikah, Edisi 2. Malang: Literatur SAAT, 2010.
Wright, H. Norman. Komunikasi: Kunci Pernikah Bahagia. Yogjakarta: Penerbit Yayasan Gloria, 1996.
Komentar