NELSON HASIBUAN 27: JAWABAN UTS FILSAFAT DALAM PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN (PAK)

UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS)
FILSAFAT PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN (PAK)

Jawablah pertanyaan berikut dengan pemahaman Saudara secara komprehensif, mendalam, sistematis, kritis dan terukur!
1.      Mengapa dalam sekolah Tinggi Teologi khususnya prodi Pendidikan Agama Kristen (PAK) memerlukan pembelajaran/mata kuliah filsafat PAK untuk memahami Alkitab? Bukankah banyak yang TIDAK BENAR dalam ajaran para filsuf tersebut? Padahal Alkitab adalah KEBENARAN SEJATI yang tidak perlu dipertentangkan dan diperdebatkan, mengapa harus memerlukan filafat lagi dalam memahami Alkitab baik dari Perjanjian Lama (PL) dan Perjanjian Baru (PB)? Apakah Alkitab BUKAN KEBENARAN SEJATI sehingga kita memerlukan filsafat sebagai alat bantunya?
a)      Dahului dengan menjawab pemahaman Saudara mengenai filsafat dan filsafat PAK,
b)      Tuliskan komentar Saudara mengapa prodi PAK memerlukan pembelajaran filsafat PAK, tambahkan ayat-ayat firman Tuhan,
c)      Lalu sebutkan apa-apa saja ajaran para filsuf yang TIDAK BENAR, tambahkan ayat-ayat firman Tuhan,
d)     Kemudian Saudara harus menjelaskan mengapa Alkitab (PL dan PB) adalah KEBENARAN SEJATI dalam mempelajari PAK, tambahkan ayat-ayat firman Tuhan,
e)      Akhiri dengan kesimpulan yang menyatakan bahwa Saudara setuju atau kurang sejutu filsafat PAK harus dipelajari atau tidak.

SELAMAT MENGERJAKAN DAN YESUS MEMBERKATI
                                                  
JAWABAN

A.    FILSAFAT DAN FILSAFAT PAK
Filsafat merupakan pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang menjadi dasar di dalam seluruh aspek kehidupan mereka. Adapun dasar dalam hal ini adalah prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang mereka gunakan dalam melakukan segala sesuatu. Prinsip-prinsip dan nilai-nilai tersebut merupakan jawaban dari pertanyaan yang harus dijawab dalam membentuk suatu filsafat, yaitu apa yang nyata? (Metafisika); apa yang benar? (Epistemologi); dan apa yang berharga? (Aksiologi).
Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Maksudnya, melalui pendidikan, manusia meneruskan pengetahuan atau apa yang mereka ketahui kepada generasi berikutnya. Dengan demikian, tanpa adanya pendidikan, tidak akan ada generasi penerus yang lebih baik dari pada generasi sebelumnya. Hal ini berbeda dengan Pendidikan Kristen. Pendidikan Kristen tidak hanya sekedar meneruskan pengetahuan kepada generasi berikutnya, tetapi menyoroti dan mengajarkan semua aspek di dalam kehidupan manusia itu sendiri termasuk karakter, potensi dan panggilan masing-masing mereka dengan berlandaskan pada kebenaran firman Tuhan.
Berdasarkan paparan di atas, didapat bahwa Pendidikan Kristen merupakan pelita menyala yang membawa dan menuntun manusia untuk kembali ke rencana Allah semula. Dalam hal ini, pendidikan dipakai untuk menuntun manusia menuju kebenaran yaitu Yesus Kristus. Jika ditilik dari definisinya, pelita hanyalah sebatas alat. Apabila tidak ada sumber cahaya yang membuatnya menyala maka ia tidak akan berguna. Adapun, sumber cahaya itu adalah Kristus sendiri yang direfleksikan melalui Alkitab. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa yang menjadi inti dan pusat dari pendidikan Kristen itu adalah Yesus Kristus. “kembali ke rencana Allah semula” berarti membawa manusia kepada karakter Allah melalui teladan pribadi Yesus Kristus. Hal ini dikarenakan mulanya manusia diciptakan serupa dan segambar dengan Allah. Dengan demikian, mereka merefleksikan karakter Allah. Namun, karena kejatuhan, karakter Allah dalam diri manusia telah rusak dan terkorupsi. Disinilah peran pendidikan, yaitu untuk mengembalikan karakter Allah yang semula di dalam diri manusia dengan berpedoman pada teladan Yesus Kristus.
Adapun dasar pemikiran filosofi tersebut berangkat dari Mazmur 119:105, Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku. Pendidikan Kristen adalah pendidikan yang berpusatkan pada Firman Tuhan. Dengan demikian yang menjadi sumber pelita dalam hal konteks ini adalah Firman Tuhan sendiri.
Pernyataan di atas juga didukung oleh 2 Timotius 3:16, “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakukan, dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.” Jadi, melalui pendidikan yang berdasarkan Firman Tuhanlah yang mampu menuntun manusia menjadi pribadi yang berkenan di hadapan Allah dengan meneladani pribadi Yesus Kristus. Hal ini dikarenakan tujuan utama dari pendidikan Kristen bukan hanya untuk mengembangkan intelektual manusia tetapi juga karakter yang seturut dengan kehendak Allah. Dengan kata lain, melalui Firman Tuhan inilah, kita dipimpin dan dididik di dalam kebenaran itu sendiri yaitu Yesus Kristus.
Berdasarkan dasar pemikiran di atas, alasan-alasan filosofis yang mendasari filsafat pendidikan kami adalah berangkat dari penciptaan, Awalnya manusia diciptakan seturut dengan rupa dan gambar Allah (Imago Dei). Selaku Imago Dei, manusia juga memiliki atribut-atribut Allah seperti kasih, kebenaran, kekudusan dan masih banyak atribut yang lainnya. Jadi, awalnya manusia benar-benar merepresentasikan siapa Sang Pencipta.
Namun, terjadinya peristiwa kejatuhan manusia ke dalam dosa telah mengakibatkan rupa dan gambar Allah yang ada dalam diri manusia menjadi tercemar. Tidak hanya itu, standar dan pengertian manusia pun tidak sama lagi dengan standar yang dimiliki oleh Allah. Jadi sejak peristiwa kejatuhan itulah status manusia bukan lagi sebagai imago dei melainkan ciptaan yang bernatur dosa.
Dengan keberadaannya yang berdosa, manusia tidak akan pernah dapat menyelesaikan persoalan dosa, karena dia hanyalah ciptaan dan bukan pencipta. Inisiasi dari Allah itulah jawaban yang dapat menyelesaikan persoalan dosa ini. Bentuk inisiasi yang ditunjukkan Allah kepada manusia adalah melalui inkarnasi Kristus. Inkarnasi atau penjelmaan Kristus sebagai manusia memungkinkan terjadinya pemulihan hubungan antara Allah dan manusia yang terlukiskan pada karya Kristus diatas kayu salib. Karya salib Kristus merupakan penggenapan sekaligus pemenuhan akan kasih dan keadilan Allah yang dapat berjalan beriringan. Karya salib Kristus bukan hanya memulihkan hubungan antara Allah dan manusia saja, melainkan menjadikan manusia mengalami yang hidup baru. Selaku pihak yang mengalami hidup baru, maka manusia memperoleh status dan keberadaan yang baru yaitu ciptaan baru.
Melalui status dan keberadaan sebagai ciptaan baru telah memungkinkan manusia untuk menghidupi suatu perjalanan menuju ke arah kesempurnaan yang kekal. Itulah masa bagi manusia untuk menghidupi suatu hidup dalam pengudusan setiap hari dan yang berlangsung secara kontinu yang dikerjakan oleh Allah melalui Roh Kudus.
Dengan memerhatikan alasan-alasan filosofis diatas, maka peranan dari pendidikan dibutuhkan. Tujuannya adalah untuk menuntun manusia menjadi seperti rencana semula Allah yakni menjadi seperti Kristus, sehingga dapat mengikuti standar-standar Allah yang semula. Hal ini tentu saja dikarenakan secara natur, manusia sudah diciptakan didalam Kristus.
Selain dasar dan alasan-alasan filosofis, arah pikiran Pendidikan Kristen adalah:
1)      Christ Centered; Tuhanlah yang merupakan pusat dari pembelajaran. Elemen apapun dalam pendidikan haruslah berpusat kepada Tuhan. Pendidikan diberikan kepada siswa agar siswa semakin mengenal siapa Allah dan karya-karya-Nya dalam dunia.
2)      Student Oriented; siswa adalah pusat dalam pengajaran. Dalam hal ini pendidikan diberikan kepada siswa dengan tujuan agar siswa lebih mengenal siapa itu Tuhan mereka dan karya ciptaan-Nya. Siswa mengetahui eksistensi mereka di dunia dan mnegetahui kebanaran yang absolute dalam Tuhan Allah.
3)      Teacher Directed; agar seorang siswa mengalami pendidikan yang baik, mereka tidak hanya dapat mengandalkan diri mereka sendiri. Untuk itu, dibutuhkan seorang guru yang berperan sebagai pembimbing yang membantu siswa tetap di dalam kebenaran yang sejati. Sehingga kebenaran yang mereka dapatkan dapat sesuai dengan firman Allah dan tidak melenceng.
4)      Pendidikan Holistik; dalam hal ini, pendidikan holistic yang dimaksudkan adalah pendidikan bukan hanya sekedar ilmu saja. Akan tetapi, pendidikan mencakup segala aspek dalam diri siswa, misalnya perkembangan karakter siswa dan mencakup keseharian siswa. Siswa tidak boleh hanya berkembang dalam ilmu pengetahuan tetapi lemah dalam karakter.
                               
Perkembangan karakter dan ilmu pengetahuan dalam diri siswa haruslah seimbang.
Penetapan aturan Tuhan atas semua aspek kehidupan seseorang dan dunia adalah inti dari penciptaan dan mandate budaya yang dicatat dalam kejadian 1:28, sedangkan mandat lain akan menyusul. Semua ini memberikan tugas kepada umat mansuia penyingkapan dan kemajuan kerajaan Allah di bumi sebagi wakil Tuhan atau pembawa gambar Tuhan.

B.     PRODI PAK MEMERLUKAN PEMBELAJARAN FILSAFAT
Filsafat adalah suatu tindakan dan aktivitas. Filsafat adalah aktivitas untuk berpikir secara mendalam tentang pertanyaan-pertanyaan besar dalam hidup manusia (apa tujuan hidup, apakah Tuhan ada, bagaimana menata organisasi dan masyarakat, serta bagaimana hidup yang baik), dan mencoba menjawabnya secara rasional, kritis, dan sistematis.
Ketika belajar filsafat, anda akan berjumpa dengan pemikiran para filsuf besar sepanjang sejarah manusia. Sebut saja nama-nama pemikir besar itu, seperti Plato, Aristoteles, Immanuel Kant, Thomas Aquinas, dan Jacques Derrida. Pemikiran mereka telah membentuk dunia, sebagaimana kita pahami sekarang ini.
Dengan belajar filsafat, anda akan mendapatkan beberapa ketrampilan berikut; memikirkan suatu masalah secara mendalam dan kritis, membentuk argumen dalam bentuk lisan maupun tulisan secara sistematis dan kritis, mengkomunikasikan ide secara efektif, dan mampu berpikir secara logis dalam menangani masalah-masalah kehidupan yang selalu tak terduga.
Dengan belajar filsafat, anda akan dilatih menjadi manusia yang utuh, yakni yang mampu berpikir mendalam, rasional, komunikatif. Apapun profesi anda, kemampuan-kemampuan ini amat dibutuhkan.
Filsafat mengajak anda untuk memahami dan mempertanyakan ide-ide tentang kehidupan, tentang nilai-nilai hidup, dan tentang pengalaman kita sebagai manusia. Berbagai konsep yang akrab dengan hidup kita, seperti tentang kebenaran, akal budi, dan keberadaan kita sebagai manusia, juga dibahas dengan kritis, rasional, serta mendalam.
Harus dipahami pula bahwa di dalam mempelajari filsafat sekuler harus berhati-hati. Alkitab menjelaskan bahwa, “Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus (Kol. 2:8). Pendidik harus teliti dan menguji setiap ajaran-ajaran tersebut dengan kebenaran firman Tuhan (Ams. 16:2; 17:3; 21:2; Yer. 20:12; Gal. 6:4), karena melalui penyaringan yang sesuai dengan firman Tuhanlah teori-teori para filsuf dapat dipakai sebagai referensi saja, karena kita ketahui bahwa filsafat yang dipergunakan di Indonesia adalah filsafat Barat, sehingga pemikiran-pemikiran para filsuf yang sudah memasuki para teolog, pendidik, pengkhotbah di Indonesia.  Untuk itu, sangat penting sekali untuk kembali ke dasar yang benar serta memikirkan apa yang Alkitab katakan mengenai pendidikan, dalam hal ini pendidikan Kristen.

C.    AJARAN PARA FILSUF YANG TIDAK SESUAI DENGAN ALKITAB
Filsafat pendidikan humanisme, Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah teori tentang Hierarchy of Needs (Hirarki Kebutuhan). Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri).
                         
Menurut Kacamata Alkitab
Manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan telah diperlengkapi dengan kemapuan-kemampuan dalam menjalani hidupnya, walaupun tidak semua manusia dapat mempergunakan kemampuan tersebut dalam memenuhi keiginannya. Hal ini dapat dikarenakan oleh kondisi fisik, mental, sosial dan spiritualnya yang masing-masing berbeda dalam pencapainnya. Manusia memiliki keinginan yang kuat dalam memenuhi kebutuhannya. Ditinjau dari pandangan Moslow tentang hirarkhi kebutuhan di atas, dapat terlihat bahwa setiap tingkatan tersebut ada yang telah dipenuhi manusia dan ada juga yang masing berjuang untuk memenuhi kebutuhan dari setiap tingkatan.
Dalam agama Kristen setiap tingkatan dari kebutuhan tersebut memiliki norma-norma dan sekali menjadi batasan-batasan bagi manusia dalam mencapai tingkatan kebutuhan. Jikalau tanpa batasan dan norma tersebut manusia akan mencapai kebutuhannya dengan menghalalkan segala cara tanpa memperdulikan kebutuhan orang lain. Alkitab berkata “. . . cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman: “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau (Ibr. 13:5). Batasan tersebut dapat kita temukan dalam Hukum Taurat.  Dalam Hukum Taurat jelas digambarkan bahwa ketika manusia itu berusaha dalam pencapaian kebutuhannya harus tetap berpatokan pada Allah dan sesama. Walaupun terkadang ada manusia yang tanpa memperdulikan Allah dan sesama dalam usaha pencapaian tiap tingkatan kebutuhannya.
Ketika manusia dalam pencapaian kebutuhan dari yang terendah sampai pada puncak kebutuhan akan aktualisasi sesuai dengan teori Moslow, tidak menjadikan firman Tuhan menjadi landasannya maka manusia akan menjadi egois tanpa perduli akan Allah dan sesama. Alkitab katakan (Im. 19:18; Mat. 22:39; Mr. 12:31; Luk. 10:27; Gal. 5:14). Menurut Alkitab orang Kristen dapat berpuasa untuk kebutuhan rohaninya dan hidup berpengharapan pada Tuhan baik dalam pada kebutuhan dasar, rasa aman, penghargaan dikasihi dan mengasihi dan pada tingkatan puncak aktualisasi diri, dengan demikian manusia dapat menikmati kehidupan yang diberikan Tuhan.

Filsafat Pendidikan Idealisme. Idealisme adalah salah satu aliran filsafat pendidikan yang berpaham bahwa pengetahuan dan kebenaran tertinggi adalah ide. Semua bentuk realita adalah manifestasi alam ide. Karena pandangannya yang idealis itulah idealisme sering disebut sebagai lawan dari aliran realisme.
Secara logika, antara idealisme dan realisme tidak bisa dipertentangkan. Sebab, pencetus idealisme (Plato, 427 SM-347SM) adalah murid dari pencetus realisme (Socrates, 469 SM-399 SM).

Menurut Kacamata Alkitab
Bahwa ide bukanlah kebenaran yang tertinggi, melainkan Allahlah yang menjadi kebenaran yang tertinggi. Alkitab menuliskan, bahwa Ya TUHAN, punya-Mulah kebesaran dan kejayaan, kehormatan, kemasyhuran dan keagungan, ya, segala-galanya yang ada di langit dan di bumi! Ya TUHAN, punya-Mulah kerajaan dan Engkau yang tertinggi itu melebihi segala-galanya sebagai kepala (1 Taw. 29:11), Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku (Mzm. 119:105), Kata Yesus kepadanya: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku (Yoh. 14:6). Alkitab menjelaskan bahwa, Aku telah melihat segala perbuatan yang dilakukan orang di bawah matahari, tetapi lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin (Pkh. 1:10, 14, 17), Karena kepada orang yang dikenan-Nya Ia mengaruniakan hikmat, pengetahuan dan kesukaan, tetapi orang berdosa ditugaskan-Nya untuk menghimpun dan menimbun sesuatu yang kemudian harus diberikannya kepada orang yang dikenan Allah. Inipun kesia-siaan dan usaha menjaring angina (Pkh. 2:24).

Filsafat Pendidikan Realisme. Pada dasarnya realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitas (dunia fisik dan dunia rohani). Gagasan filsafat realisme terlacak  dimulai sebelum periode abad masehi dimulai, yaitu dalam pemikiran murid Plato bernama Aristoteles (384-322 SM). Ilmuwan realisme beranggapan bahwa realitas yang ada tidak bergantung pada apa yang kita ketahui dan metode ilmiah adalah cara yang terbaik untuk mendapatkan deskripsi yang akurat dari apa itu dunia dan bagaimana kerjanya.
Aliran realisme mempersoalkan obyek pengetahuan manusia. Aliran realisme memandang bahwa obyek pengetahuan manusia terletak di luar diri manusia. Contohnya bagaimana kursi itu ada karena ada yang membuatnya, begitu juga dengan adanya alam yang berarti ada yang membuat. Tetapi kaum realis tidak mempercayai adanya roh karena yang ada hanyalah jiwa. Kaum realis berpendapat bahwa tidak ada kehidupan sesudah kematian.
Pendidikan dalam realisme memiliki keterkaitan erat dengan pandangan John Locke bahwa akal-pikiran jiwa manusia tidak lain adalah tabularasa, ruang kosong tak ubahnya kertas putih kemudian menerima impresi dari lingkungan. Oleh karena itu, pendidikan dipandang dibutuhkan karena untuk membentuk setiap individu agar mereka menjadi sesuai dengan apa yang dipandang baik.

Menurut Kacamata Alkitab
         Pemahaman Alkitab yang benar mengenai realisme tidak dapat ditolerir, karena tidak berdasar. Alasanya adalah pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi (Kej. 1:1), realisme tidak mengakui hal ini sebab Tuhan, mereka tidak anggap ada. Kaum realis tidak mempercayai adanya roh, padahal Alkitab menjelaskannya dalam Kejadian 1:26 bahwa, Berfirmanlah Allah: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.”
Kaum realis tidak mempercayai adanya roh karena yang ada hanyalah jiwa, padahal Alkitab menjelaskan secara jelas dan terperinci, Tetapi rohyang di dalam manusia dan nafas Yang Mahakuasa, itulah yang memberi kepadanya pengertian (Mzm. 32:8), Roh Manusia adalah pelita TUHAN, yang menyelidiki seluruh lubuk hatinya (Ams. 20:27), demikian pula dalam Zakharia 12:1, bahwa “. . . demikianlah firman TUHAN yang membentangkan langit dan yang meletakkan dasar bumi dan yang menciptakan roh dalam diri manusia.”
Pendapat kaum realis tidak ada kehidupan sesudah kematian merupakan pendapat yang salah dan tidak dapat diterima oleh Alkitab, sebab yang sebenarnya adalah ada kebangkitan orang-orang yang percaya, Kisah Para Rasul 4:2 menjelaskan, “. . . bahwa dalam Yesus ada kebangkitan dari antara orang mati.” Aku menaruh pengharapan kepada Allah, sama seperti mereka juga, bahwa akan ada kebangkitan semua orang mati, baik orang-orang yang benar maupun orang-orang yang tidak benar (Kis. 24:15). Sementara itu dalam Matius 27:63  menjelaskan bahwa “Yesus Sesudah tiga hari Aku akan bangkit.” Matius 28:6  pula menjelaskan, bahwa “Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit.” Yohanes 2:22 menjelaskan pula, bahwa “Kemudian, sesudah Ia bangkit dari antara orang mati.” Dan juga Yohanes 21:14  “itulah ketiga kalinya Yesus menampakkan diri kepada murid-murid-Nya sesudah Ia bangkit dari antara orang mati.” Acts 26:23 menjelaskan, “yaitu, bahwa Mesias harus menderita sengsara dan bahwa Ia adalah yang pertama yang akan bangkit dari antara orang mati, dan bahwa Ia akan memberitakan terang kepada bangsa ini dan kepada bangsa-bangsa lain.” Yang paling penting dalam hal ini adalah dalam kitab Roma 6:9 menuliskan, bahwa “Karena kita tahu, bahwa Kristus, sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, tidak mati lagi: maut tidak berkuasa lagi atas Dia.” 1 Tesalonika 4:14 menjelaskan “Karena jikalau kita percaya, bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit, maka kita percaya juga bahwa mereka yang telah meninggal dalam Yesus akan dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Dia.”
Pendapat John Locke bahwa akal-pikiran jiwa manusia tidak lain adalah tabularasa, ruang kosong tak ubahnya kertas putih kemudian menerima impresi dari lingkungan. Alkitab menjelaskan bahwa manusia telah jatuh ke dalam dosa dan karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, (Rm. 3:23). Tuhan Yesus menebus dosa manusia dalam Kisah Para Rasul 15:11, Sebaliknya, kita percaya, bahwa oleh kasih karunia Tuhan Yesus Kristus kita akan beroleh keselamatan sama seperti mereka juga.” Dan juga dalam Roma 3:24 “dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus.” Karena kasih karunia Tuhan sehingga manusia diselamatkan oleh iman, itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah (Ef. 2:8). Filipi 2:12 menjelaskan pula bahwa “Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir.”

Filsafat Pendidikan Naturalisme. Naturalisme dalam filsafat pendidikan mengajarkan bahwa guru paling alamiah dari seorang anak adalah kedua orang tuanya. Oleh karena itu, pendidikan bagi naturalis dimulai jauh hari sebelum anak lahir, yakni sejak kedua orang tuanya memilih jodohnya. Tokoh filsafat pendidikan naturalisme adalah John Dewey, Morgan Cohen, Herman Harrell Horne, dan Herbert Spencer menyatakan bahwa sekolah merupakan dasar dalam keberadaan naturalisme. Sebab, belajar merupakan sesuatu yang natural, oleh karena itu fakta bahwa hal itu memerlukan pengajaran juga merupakan sesuatu yang natural juga.
Kelebihan utama aliran ini adalah penghargaannya yang tinggi terhadap alam, termasuk anak yang lahir secara alamiah akan cenderung baik. Paham ini bisa melahirkan manusia-manusia demokratis, sebab segala sesuatu dikembalikan pribadi masing-masing. Namun kelemahan utama aliran ini adalah bahwa anak yang lahir juga dipengaruhi oleh lingkungannya. Jika lingkungan di sekitar baik, maka anak tersebut cenderung baik. Sebaliknya, jika kehidupan di sekitarnya buruk, anak cenderung berkembang ke arah buruk. 
                        
Menurut Kacamata Alkitab
Sejauh pemahaman yang komprehensif mengenai filsafat naturalisme memang ada benar dan baiknya untuk dikembangkan, misalnya bagwa guru paling alamiah daria seorang anak adalah kedua orangtuanya. Firman Tuhan dalam Ulangan 6:7-9, menuliskan, bahwa “haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu.” Peran orangtua sangatlah mempengaruhi pola pikir anak, cara bertindak dan melakukan segala sesuatunya. Orangtua harus memberikan bekal yang banyak kepada anak-anaknya, melihat situasi dan kondisi yang destruktif zaman ini. Firman Tuhan harus ditanamkan dari mulai kecil sampai dewasa, agar mereka dapat melekat dan terus menghidupinya.
Penulis kurang setuju termasuk anak yang lahir secara alamiah akan cenderung baik. Pertanyaan yang penulis ajukan adalah bagaimana dengan yang lahir tidak secara alamiah apakah tidak baik? Hal tersebut perlu dipahami dengan melihat kacamata Alkitab mengenai kelahiran. Dosa asal harus dipahami secara benar dan komprehensif, sebab manusia pada dasarnya sudah berdosa melalui dosa adam dan hawa (Kej. 3:17), karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah (Rm. 3:23).  Dari keberdosaan manusia ini didapati bahwa, manusia harus datang kepada Tuhan dan Juruselamatnya untuk menerima pengampuan (1 Yoh. 1:9; 4:14).
Pemahaman kaum naturalisme mengenai pendidikan alamiah mendatangkan sesuatu hal kontroversi, sebab disamping mengakui kealamiahan seorang anak yang lahir, faktor lingkungan menjadi salah satu hal yang mereka akui sebagai salah satu penyebab anak bertumbuh. Jika lingkungan di sekitar baik, maka anak tersebut cenderung baik. Sebaliknya, jika kehidupan di sekitarnya buruk, anak cenderung berkembang ke arah buruk. Penulis setuju dengan pemahaman seperti ini, meskipun dianggap sebagian orang salah. Namun kembali lagi harus berpadan kepada Alkitab sebagai sumber yang benar.
Pengajaran dapat diberikan ketika anak bangun, tidur, berada di meja makan, belajar, dan sedang berjalan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa setiap waktu diberikan pembelajaran yang sesuai dengan tahap perkembangan anak-anak mereka. Pembelajaran yang diberikan oleh orangtua haruslah menjadi dasar yang benar dan tepat dalam mendidik anak-anak mereka, seperti dijelaskan dalam 1 Korintus 15:33, “Pergaulan yang buruk, merusakkan kebiasaan yang baik.” Mungkin saja anak-anak akan dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya, untuk itu orangtua harus waspada terhadap apa yang akan dan sedang terjadi kedepannya.
Pemahaman lingkungan yang baik dan tidak baikpun harus dipahami dengan bahasa yang mudah dipahami. Hal tersebut terlihat dari beberapa tanggapan yang menjelaskan mengenai perkembangan anak. Alkitab mencatat bahwa 1 Samuel 2, “sebab mereka memandang rendah korban untuk TUHAN.”  Mereka berada dalam lingkungan yang religious, namun tidak terlihat apakah kereligiusan mereka hanya terlihat di luar namun hidup mereka yang sebenarnya adalah berantakan. Orangtua harus menyediakan waktu yang banyak untuk mendidik anak-anak mereka. Demikian pula Salomo dalam mendidik Rehabeam, yang akan menggantikannya menjadi raja untuk 10 suku Israel. Di dalam 1 Raja-raja 12:8, menuliskan bahwa “Tetapi ia mengabaikan nasihat yang diberikan para tua-tua itu, lalu ia meminta nasihat kepada orang-orang muda yang sebaya dengan dia dan yang mendampinginya.” Rehabeam tidak menghargai peran para tua-tua di dalam mengambil keputusan atas pemerintahannya, malah mengikuti nasihat temant-temannya.

Sejarah Pragmatisme. Aliran ini pertama kali tumbuh Di Amerika pada tahun 1878. Ketika itu Charles Sanders Pierce (1839–1914) menerbitkan sebuah makalah yang berjudul “How to Make Our Ideas Clear”. Namun pragmatisme sendiri lahir ketika William James membahas makalahnya yang berjudul “Philosophycal Conceptions and Practical Result” (1898) dan mendaulat Pierce sebagai Bapak Pragmatisme.
Konsep Pragmatisme. Filsafat pragmatisme beranggapan bahwa pikiran itu mengikuti tindakan. suatu teori dapat dikatakan benar apabila teori itu bekerja. Ini berararti pragmatisme dapat digolongkan ke dalam pembahasan tentang makna kebenaran atau theory of truth.
Menurut James kebenaran adalah sesuatu yang terjadi pada ide. Menurutnya kebenaran adalah sesuatu yang tidak statis dan tidak mutlak. Dengan demikian kebenaran adalah sesuatu yang bersifat relatif. Hal ini dapat dijelaskan melalui sebuah contoh. Misalnya ketika kita menemukan sebuah teori maka kebenaran teori masih bersifat relatif sebelum kita membuktikan sendiri kebenaran dari teori itu.
Ia berpendapat bahwa inti dari realiatas adalah pengalaman yang dialami manusia. Dengan demikian nilai dan kebenaran dapat ditentukan dengan melihat realitas yang terjadi di lapangan dan tidak lagi melihat faktor–faktor lain semisal dosa atau tidak.

Menurut Kacamata Alkitab
Apabila dipahami secara sekilas akan terlihat bahwa teori tersebut adalah benar secara ilmiah. Namun di dalam firman Tuhan kebenaran adalah absolut. Allah adalah hidup dan berkuasa atas hidup manusia (Yer. 10:10; 1 Yoh. 5:20). Di Kisah Para Rasul 10:36 dituliskan, bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan. Hal ini tidak bisa dihilangkan dan dikesampingkan di dalam pembelajaran PAK. Pengalaman seseorang tidak serta merta dijadikan sebuah pegangan hidup, namun harus melihat apa yang Alkitab katakan mengenai pengalaman tersebut dan Alkitab harus berada di atas pengalaman seseorang. Pengalaman pun harus diuji kebenarannya (1 Tes. 5:21). Dalam Mazmur 26:2 dituliskan, bahwa “Ujilah aku, ya TUHAN, dan cobalah aku; selidikilah batinku dan hatiku.” Daud mengatakan demikian kepada Tuhan, agar dia selalu benar di mata-Nya.
Kebenaran firman Tuhan adalah absolut, sebab Dialah sumber kebenaran tersebut (2 Sam. 7:28), dialah yang Alfa dan Omega dan yang Awal dan Akhir (Why. 22:13).

D.    PERJANJIAN LAMA DAN PERJANJIAN BARU ADALAH KEBENARAN SEJATI
Banyak cara yang dilakukan oleh manusia untuk mencari kebenaran. Namun saat ini penulis akan sedikit berbagi tentang kebenaran yang penulis percayai sebagai kebenaran yang sejati. Dan kebenaran sejati yang penulis maksud adalah kebenaran yang berdasarkan kesaksian Alkitab. Kebenaran sejati itu adalah Allah itu sendiri, namun yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana manusia bisa mencapai kebenaran tersebut? Dan Alkitab telah memberikan kesaksian tentang kebenaran tersebut dan cara mencapai kebenaran itu.
Langsung saja penulis menguraikan sedikit kesaksian Alkitab itu, supaya kita tahu bagaimana cara mencapai kebenaran sejati itu. Karna ini adalah uraian singkat dan padat, jadi kita hanya berpokus pada Surat Roma 9:30-33. Jadi untuk memulainya, kita memulai dari yang sederhana saja.
Roma 9:30-33 “Jadi demikian, apakah yang hendak kita katakan? ini: bahwa bangsa-bangsa yang tidak mengejar kebenaran, telah beroleh kebenaran, yaitu kebenaran karena iman. Tetapi: bahwa Israel, sungguhpun mengejar hukum yang akan mendatangkan kebenaran, tidaklah sampai kepada hukum itu. Mengapa tidak? Karena Israel mengejarnya bukan karena iman, tetapi karena perbuatan. Mereka tersandung pada batu sandungan, seperti ada tertulis: “Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu sentuhan dan sebuah batu sandungan, dan siapa yang percaya pada-Nya, tidak akan dipermalukan.”
Ada beberapa hal yang bisa kita lihat disini, untuk mencapai kebenaran yang sejati itu, yaitu:
1)      Kebenaran sejati hanya diperoleh melalui Iman. Perhatikan ayat 30, “bahwa bangsa-bangsa lain yang tidak mengejar kebenaran, tetapi beroleh kebenaran, yaitu kebenaran karena iman.” Dan di pertegas lagi di ayat 32, sekaligus menjadi argumentasi mengapa bangsa itu (Israel) tidak mencapai kebenaran sejati tersebut, “karena Bangsa itu mengejar hukum yang Allah tetapkan itu tidak dengan iman melainkan dengan perbuatan”. Jadi kebenaran sejati hanya dapat diperoleh melalui iman. Iman kepada siapa? Tentunya kepada Allah itu sendiri atau kepada perkataan-Nya/Firman-Nya. Namun belum sampai di situ, di poin ke 3 nanti akan lebih spesifik lagi, iman yang dimaksud tersebut kepada siapa. Sabar ya!. Lanjut ke poin ke 2.
2)      Hukum itu bukanlah kebenaran sejati tapi hanya sebagai alat untuk mendatangkan kebenaran. Perhatikan ayat 31, “bahwa Israel, sungguhpun mengejar hukum yang akan mendatangkan kebenaran” Fakta di sini jelas bahwa hukum atau jika kita berada pada kesimpulan bahwa hukum yang dimaksud disini adalah hukum Torah, maka kita akan sepakat menyimpulkan bahwa hukum Torah bukanlah kebenaran itu. Lebih tepatnya hukum itu adalah sebagai penuntun untuk kita bisa mencapai kebenaran sajati tersebut, tapi ingat bukan berdasarkan perbuatan semata tapi berdasarkan iman.
3)      Kebenaran sejati hanya diperoleh melalui Iman kepada Yesus. Perhatikan ayat 33, “Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu sentuhan dan sebuah batu sandungan, dan siapa yang percaya kepada-Nya, tidak akan di permalukan”. Batu sentuhan dan batu sandungan tersebut mengacu pada pribadi Yesus (kepada-Nya). Kenapa Yesus, alasannya sederhana sekali, karena Yesus telah nyata-nyata menjadi batu sandungan bagi bangsa Israel. Selanjutnya di situ juga ada kata “percaya kepada-Nya”, jika kita sepakat dengan no 1, maka iman yang di maksud no 1 adalah iman kepada Yesus.
Pandangan yang benar yaitu, Alkitab adalah Firman Allah. Alkitab ditulis atas ilham/ inspirasi Allah. Alkitab diilhamkan secara verbal kata demi kata secara lengkap. Perhatikanlah kedua bagian ayat Alkitab yang telah disebutkan pada bagian pendahuluan di atas, 2 Timotius 3:16, “Segala tulisan yang diilhamkan Allah ...”,
2 Petrus 1:21, “Sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah.” Jadi kata demi kata yang ditulis dinafaskan Allah atau berdasarkan dorongan Roh Kudus. Allah menafaskan firman-Nya ke dalam hati, pikiran dan mulut hamba-hamba-Nya sehingga mereka hanya mengemukakan apa yang terlebih dahulu ditaruh Allah dalam hati dan pikiran mereka, tetapi Ia menuntun manusia untuk menuliskan dalam bahasa manusia dan dimengerti oleh manusia sendiri. 
Alkitab mengajarkan dan membuktikan bahwa Alkitab adalah Firman Allah. Alkitab yang terdiri dari 66 kitab yang ditulis oleh kurang lebih 40 orang yang berasal dari berbagai golongan masyarakat, tingkat pendidikan, sosial dan ekonomi yang berbeda dan dalam situasi yang berbeda serta kebanyakan tidak saling mengenal yang di antara mereka ada raja, perdana menteri, seniman, filsuf, dokter, nelayan, petani, peternak, dan sebagainya dan ditulis dalam tiga bahasa yakni Ibrani, Aramik dan Yunani, dalam jangka waktu perampungan penulisan kurang lebih 1600 tahun. Namun ke-66 kitab tersebut merupakan satu kesa­tuan yang mengherankan dan dibalik semua itu ada satu tema pokok yang sama dari semua tulisan itu ialah “Penebusan melalui Kristus”. Hal ini dapat terjadi karena Allah yang bekerja. 
Alkitab mengajarkan dan membuktikan bahwa Alkitab adalah Firman Allah. Misalnya pernyataan-pernyataan kepada Musa (Kel. 14, 16). Kepada Musa Allah memerintahkan untuk menulis (Kel. 17:14, 34:27). Para penulis Alkitab berkemampuan dan dijamin serta dipercayai dapat memberi kesaksian dan mengajar kebenaran ilahi karena mereka adalah saksi-saksi mata (Kis. 2:32, 1 Kor. 15:5-8, Ibr. 1:1). 
Sejarah dan nubuatan yang digenapi membukti­kan bahwa Alkitab adalah Firman Allah. Nubuatan tentang Tuhan Yesus dalam Perjanjian Lama, tentang kelahiran-Nya, kematian dan kebangkitan-Nya nyata dengan jelas penggenapannya dalam Perjanji­an Baru. Nubuat tentang 4 kekaisaran dunia yaitu akan kejayaan kekuasaan dan kejatuhan kekaisaran Babilonia, Mediparsi, Yunani dan Romawi terbukti benar dalam sejarah dunia, serta keberadaan bangsa Israel dalam kanca sejarah dunia. 
Dari sudut pandang ilmu pengetahuan membuktikan bahwa Alkitab benar adalah Firman Allah. Galilio, seorang Ilmuwan mengadakan penyelidikan dan menyimpulkan bahwa bumi ini bentuknya adalah bulat dan Columbus pada abad XV mengadakan perja­lanan laut mengelilingi dunia dan membuktikan bahwa bumi ini benar bulat. Tetapi jauh sebelum kedua tokoh tersebut menyatakan demikian, Alkitab jauh sebelumnya sudah menyatakan bahwa bumi ini bulat (Yes. 40:21-22; Ams. 8:27) dan disamping itu bukti ilmu pengetahuan mendukung pernyataan Alkitab bahwa bumi ini berada/tergantung pada kehampaan (Ayb. 26:7). Cobalah anda memandang ke langit, dapatkah anda menghitung jumlah bintangnya? Orang-orang mencoba untuk menghitungnya. Misalnya hasil perhitungan Hiparchus (200 M), berjumlah 1.022 bintang sedangkan menurut Ptole­my (220 M), berjumlah 1.026 buah, manakah yang benar dari keduanya? Alkitab menyatakan bahwa sesungguhnya jumlah bintang di langit, sama halnya dengan pasir di laut tidak akan terhitung tepat jumlahnya (perhatikanlah apa yang tertulis dalam Kej. 15:5; 22:17 dan Yer. 33:22). 
Selanjutnya dari penemuan kepurbakalaan akan bukti-bukti peninggalan sejarah sebagaimana tercantum dalam Alkitab dan penemuan naskah-naskah kuno Alkitab (seperti penemuan yang tidak dengan sengaja seorang penggembala berkebangsaan Arab akan gulungan-gulungan naskah kuno di gua Qumran di tepi laut mati yang dikenal dengan “The Dead Sea Scrolls”) membuktikan bahwa Alkitab benar. Alkitab adalah Firman Allah. 

E.     SETUJU FILSAFAT PAK HARUS DIPELAJARI
Filsafat pendidikan terdiri dari apa yang diyakini seorang guru mengenai pendidikan, atau merupakan kumpulan prinsip yang membimbing tindakan profesional guru. Setiap guru baik mengetahui atau tidak memiliki suatu filsafat pendidikan, yaitu seperangkat keyakinan mengenai bagaimana manusia belajar dan tumbuh serta apa yang harus manusia pelajari agar dapat tinggal dalam kehidupan yang baik.
Filsafat pendidikan secara fital juga berhubungan dengan pengembangan semua aspek pengajaran. Dengan menempatkan filsafat pendidikan pada tataran praktis, para guru dapat menemukan berbagai pemecahan permasalahan pendidikan.
Terdapat hubungan yang kuat antara perilaku guru dengan keyakinannya:
a.       Keyakinan mengenai pengajaran dan pembelajaran. Komponen penting filsafat pendidikan seorang guru adalah bagaimana memandang pengajaran dan pembelajaran, dengan kata lain, apa peran pokok guru? Sebagian guru memandang pengajaran sebagai sains, suatu aktifitas kompleks. Sebagian lain memandang sebagai suatu seni, pertemuan yang sepontan, tidak berulang dan kreatif antara guru dan siswa. Yang lainnya lagi memandang sebagai aktifitas sains dan seni. Berkenaan dengan pembelajaran, sebagian guru menekankan pengalaman-pengalaman dan kognisi siswa, yang lainnya menekankan perilaku siswa.
b.      Keyakinan mengenai siswa. Akan berpengaruh besar pada bagaimana guru mengajar? Seperti apa siswa yang guru yakini, itu didasari pada pengalaman kehidupan unik guru. Pandangan negatif terhadap siswa menampilkan hubungan guru-siswa pada ketakutan dan penggunaan kekerasan tidak didasarkan kepercayaan dan kemanfaatan.Guru yang memiliki pemikiran filsafat pendidikan mengetahui bahwa anak-anak berbeda dalam kecenderungan untuk belajar dan tumbuh.
c.       Keyakinan mengenai pengetahuan. Berkaitan dengan bagaimana guru melaksanakan pengajaran. Dengan filsafat pendidikan, guru akan dapat memandang pengetahuan secara menyeluruh, tidak merupakan potongan-potongan kecil subyek atau fakta yang terpisah.
d.      Keyakinan mengenai apa yang perlu diketahui. Guru menginginkan para siswanya belajar sebagai hasil dari usaha mereka, dimana hal ini berhubungan dalam keyakinan (teologi) nya yang harus diajarkan kepada murid/siswa.

Filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam pendidikan. Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi masalah-masalah yang lebih luas, lebih dalam, serta lebih kompleks, yang tidak dibatasi pengalaman maupun fakta-fakta pendidikan, dan tidak memungkinkan dapat dijangkau oleh sains pendidikan.
Seorang guru, baik sebagai pribadi maupun sebagai pelaksana pendidikan, perlu mengetahui filsafat pendidikan. Seorang guru perlu memahami dan tidak boleh buta terhadap filsafat pendidikan, karena tujuan pendidikan senantiasa berhubungan langsung dengan tujuan hidup dan kehidupan individu maupun masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan. Tujuan pendidikan perlu dipahami dalam hubungannya dengan tujuan hidup. Guru sebagai pribadi mempunyai tujuan hidupnya dan guru sebagai warga masyarakat mempunyai tujuan hidup bersama.
Filsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para pendidik (guru).
Keterbukaan pikiran disertai dengan kerangka orientasi ke masa depan melahirkan progresivitas pemikiran guru PAK. Ia menjadi guru PAK yang berpikir ke depan melalui pergaulannya dengan banyak kalangan dari berbagai situasi dan kalangan. Itulah yang menjadikan pikiran guru PAK tetap. Guru PAK menggunakan berbagai pengetahuan yang dimiliki bukan sebagai resep atau dogma, melainkan sebagai alat untuk menganalisis dan memahami kenyataan hidup di masyarakat, khususnya murid / siswa. Dari situ, dapat memahami guru PAK sebagai orang yang berorientasi pada masalah yang dihadapi, bukan pada aliran atau teori tertentu. Rumusan-rumusan konsep pendidikan yang dipaparkannya secara jelas menunjukkan keterlibatannya dengan persolan-persoalan pendidikan yang dihadapi oleh ke-manusia-an di masa hidupnya. Dari pergulatannya dengan berbagai persoalan itu, lahirlah pemikiran-pemikiran progresif yang memberi solusi konstruktif.
Setelah menempuh mata kuliah ini, mahasiswa diharapkan paling tidak kesadaran dan memiliki dasar pemikiran filosofis dan teoritis mengenai pendidikan dalam lingkup pengajaran makro berlandaskan epistemologis dan lingkup belajar-mengajar mikro berlandaskan interaksi insani, memiliki wawasan yang luas dan dalam mengenai berbagai pandangan fislafat dan teori pendidikan. Penulis mampu pula mengidentifikasi permasalahan pendidikan yang ditemuinya dalam keseharian pendidikan dan mencarikan jalan keluarnya. Diharapkan juga dengan landasan ini, penulis akan mampu membina dan mengembangkan program pendidikan serta memecahkan persoalan pendidikan pada umumnya, dan khususnya yang timbul dan dihadapi di Indonesia baik dalam rangka otonomi daerah maupun dekonsentrasi pendidikan guru dan Pendidikan Agama Kristen.
”Filsafat Pendidikan Agama Kristen” membahas persoalan filsafati dan teoritis mengenai pendidikan, baik dasar pemikiran maupun penerapannya dalam praktek serta pemecahan masalah-masalah mikro dan makro pendidikan, dengan menempatkan permasalahan pendidikan tersebut pada pemikiran filsafat maupun teoritis. Maka perkuliahan ini juga menyoroti pelbagai landasan pendidikan, serta pendidikan dalam praktek dengan ilmu pengetahuan termasuk pedagogik, dengan filsafat pendidikan serta dengan berbagai disiplin keilmuan lain. Dalam studi ini digunakan pendekatan filsafat, teoritis-sistematis, historis, maupun komparatif, yang mana dari itu semua dilandasi oleh pemikiran teologi Kristen, sebagai pengejawantahan dari Alkitab.

Komentar