UJIAN TENGAH
SEMESTER (UTS)
FILSAFAT
PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN (PAK)
Jawablah
pertanyaan berikut dengan pemahaman Saudara secara komprehensif, mendalam,
sistematis, kritis dan terukur!
1. Mengapa
dalam sekolah Tinggi Teologi khususnya prodi Pendidikan Agama Kristen (PAK)
memerlukan pembelajaran/mata kuliah filsafat PAK untuk memahami Alkitab?
Bukankah banyak yang TIDAK BENAR dalam ajaran para filsuf tersebut? Padahal
Alkitab adalah KEBENARAN SEJATI yang tidak perlu dipertentangkan dan
diperdebatkan, mengapa harus memerlukan filafat lagi dalam memahami Alkitab
baik dari Perjanjian Lama (PL) dan Perjanjian Baru (PB)? Apakah Alkitab BUKAN
KEBENARAN SEJATI sehingga kita memerlukan filsafat sebagai alat bantunya?
a) Dahului
dengan menjawab pemahaman Saudara mengenai filsafat dan filsafat PAK,
b) Tuliskan
komentar Saudara mengapa prodi PAK memerlukan pembelajaran filsafat PAK,
tambahkan ayat-ayat firman Tuhan,
c) Lalu
sebutkan apa-apa saja ajaran para filsuf yang TIDAK BENAR, tambahkan ayat-ayat
firman Tuhan,
d) Kemudian
Saudara harus menjelaskan mengapa Alkitab (PL dan PB) adalah KEBENARAN SEJATI
dalam mempelajari PAK, tambahkan ayat-ayat firman Tuhan,
e) Akhiri
dengan kesimpulan yang menyatakan bahwa Saudara setuju atau kurang sejutu
filsafat PAK harus dipelajari atau tidak.
SELAMAT
MENGERJAKAN DAN YESUS MEMBERKATI
JAWABAN
A. FILSAFAT
DAN FILSAFAT PAK
Filsafat
merupakan pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang menjadi dasar di
dalam seluruh aspek kehidupan mereka. Adapun dasar dalam hal ini adalah
prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang mereka gunakan dalam melakukan segala
sesuatu. Prinsip-prinsip dan nilai-nilai tersebut merupakan jawaban dari
pertanyaan yang harus dijawab dalam membentuk suatu filsafat, yaitu apa yang nyata? (Metafisika); apa yang benar? (Epistemologi); dan apa yang berharga? (Aksiologi).
Pendidikan
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Maksudnya, melalui pendidikan, manusia
meneruskan pengetahuan atau apa yang mereka ketahui kepada generasi berikutnya.
Dengan demikian, tanpa adanya
pendidikan, tidak akan ada generasi penerus yang lebih baik dari pada generasi
sebelumnya. Hal ini berbeda dengan Pendidikan Kristen. Pendidikan Kristen tidak hanya sekedar meneruskan pengetahuan kepada
generasi berikutnya, tetapi menyoroti
dan mengajarkan semua aspek di dalam kehidupan manusia itu sendiri termasuk
karakter, potensi dan panggilan
masing-masing mereka dengan berlandaskan pada kebenaran firman Tuhan.
Berdasarkan paparan di atas, didapat bahwa Pendidikan
Kristen merupakan pelita menyala yang membawa dan menuntun manusia untuk
kembali ke rencana Allah semula. Dalam hal ini, pendidikan dipakai untuk
menuntun manusia menuju kebenaran yaitu Yesus Kristus. Jika ditilik dari
definisinya, pelita hanyalah sebatas alat. Apabila tidak ada sumber cahaya yang
membuatnya menyala maka ia tidak akan berguna. Adapun, sumber cahaya itu adalah
Kristus sendiri yang direfleksikan melalui Alkitab. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa yang menjadi inti dan pusat dari pendidikan Kristen itu adalah
Yesus Kristus. “kembali ke rencana Allah semula” berarti membawa manusia kepada
karakter Allah melalui teladan pribadi Yesus Kristus. Hal ini dikarenakan
mulanya manusia diciptakan serupa dan segambar dengan Allah. Dengan demikian,
mereka merefleksikan karakter Allah. Namun, karena kejatuhan, karakter Allah
dalam diri manusia telah rusak dan terkorupsi. Disinilah peran pendidikan,
yaitu untuk mengembalikan karakter Allah yang semula di dalam diri manusia
dengan berpedoman pada teladan Yesus Kristus.
Adapun dasar pemikiran filosofi tersebut berangkat
dari Mazmur 119:105, Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.
Pendidikan Kristen adalah pendidikan yang berpusatkan pada Firman Tuhan. Dengan
demikian yang menjadi sumber pelita dalam hal konteks ini adalah Firman Tuhan
sendiri.
Pernyataan di atas juga didukung oleh 2 Timotius 3:16,
“Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk
menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakukan, dan untuk mendidik orang
dalam kebenaran.” Jadi, melalui pendidikan yang berdasarkan Firman Tuhanlah
yang mampu menuntun manusia menjadi pribadi yang berkenan di hadapan Allah
dengan meneladani pribadi Yesus Kristus. Hal ini dikarenakan tujuan utama dari
pendidikan Kristen bukan hanya untuk mengembangkan intelektual manusia tetapi
juga karakter yang seturut dengan kehendak Allah. Dengan kata lain, melalui
Firman Tuhan inilah, kita dipimpin dan dididik di dalam kebenaran itu sendiri
yaitu Yesus Kristus.
Berdasarkan dasar pemikiran di atas, alasan-alasan
filosofis yang mendasari filsafat pendidikan kami adalah berangkat dari
penciptaan, Awalnya manusia diciptakan seturut dengan rupa dan gambar Allah
(Imago Dei). Selaku Imago Dei, manusia juga memiliki atribut-atribut Allah
seperti kasih, kebenaran, kekudusan dan masih banyak atribut yang lainnya.
Jadi, awalnya manusia benar-benar merepresentasikan siapa Sang Pencipta.
Namun, terjadinya peristiwa kejatuhan manusia ke dalam
dosa telah mengakibatkan rupa dan gambar Allah yang ada dalam diri manusia
menjadi tercemar. Tidak hanya itu, standar dan pengertian manusia pun tidak
sama lagi dengan standar yang dimiliki oleh Allah. Jadi sejak peristiwa
kejatuhan itulah status manusia bukan lagi sebagai imago dei melainkan ciptaan
yang bernatur dosa.
Dengan keberadaannya yang berdosa, manusia tidak akan
pernah dapat menyelesaikan persoalan dosa, karena dia hanyalah ciptaan dan
bukan pencipta. Inisiasi dari Allah itulah jawaban yang dapat menyelesaikan
persoalan dosa ini. Bentuk inisiasi yang ditunjukkan Allah kepada manusia
adalah melalui inkarnasi Kristus. Inkarnasi atau penjelmaan Kristus sebagai
manusia memungkinkan terjadinya pemulihan hubungan antara Allah dan manusia
yang terlukiskan pada karya Kristus diatas kayu salib. Karya salib Kristus
merupakan penggenapan sekaligus pemenuhan akan kasih dan keadilan Allah yang
dapat berjalan beriringan. Karya salib Kristus bukan hanya memulihkan hubungan
antara Allah dan manusia saja, melainkan menjadikan manusia mengalami yang
hidup baru. Selaku pihak yang mengalami hidup baru, maka manusia memperoleh
status dan keberadaan yang baru yaitu ciptaan baru.
Melalui status dan keberadaan sebagai ciptaan baru
telah memungkinkan manusia untuk menghidupi suatu perjalanan menuju ke arah
kesempurnaan yang kekal. Itulah masa bagi manusia untuk menghidupi suatu hidup
dalam pengudusan setiap hari dan yang berlangsung secara kontinu yang dikerjakan
oleh Allah melalui Roh Kudus.
Dengan memerhatikan alasan-alasan filosofis diatas,
maka peranan dari pendidikan dibutuhkan. Tujuannya adalah untuk menuntun
manusia menjadi seperti rencana semula Allah yakni menjadi seperti Kristus,
sehingga dapat mengikuti standar-standar Allah yang semula. Hal ini tentu saja
dikarenakan secara natur, manusia sudah diciptakan didalam Kristus.
Selain dasar dan alasan-alasan
filosofis, arah pikiran Pendidikan Kristen adalah:
1)
Christ Centered; Tuhanlah yang merupakan pusat dari
pembelajaran. Elemen apapun dalam pendidikan haruslah berpusat kepada Tuhan.
Pendidikan diberikan kepada siswa agar siswa semakin mengenal siapa Allah dan
karya-karya-Nya dalam dunia.
2)
Student Oriented; siswa adalah pusat dalam pengajaran.
Dalam hal ini pendidikan diberikan kepada siswa dengan tujuan agar siswa lebih
mengenal siapa itu Tuhan mereka dan karya ciptaan-Nya. Siswa mengetahui
eksistensi mereka di dunia dan mnegetahui kebanaran yang absolute dalam Tuhan
Allah.
3)
Teacher Directed; agar seorang siswa mengalami
pendidikan yang baik, mereka tidak hanya dapat mengandalkan diri mereka
sendiri. Untuk itu, dibutuhkan seorang guru yang berperan sebagai pembimbing
yang membantu siswa tetap di dalam kebenaran yang sejati. Sehingga kebenaran
yang mereka dapatkan dapat sesuai dengan firman Allah dan tidak melenceng.
4)
Pendidikan Holistik; dalam hal ini, pendidikan
holistic yang dimaksudkan adalah pendidikan bukan hanya sekedar ilmu saja. Akan
tetapi, pendidikan mencakup segala aspek dalam diri siswa, misalnya
perkembangan karakter siswa dan mencakup keseharian siswa. Siswa tidak boleh
hanya berkembang dalam ilmu pengetahuan tetapi lemah dalam karakter.
Perkembangan karakter dan ilmu pengetahuan dalam diri
siswa haruslah seimbang.
Penetapan aturan Tuhan atas semua aspek kehidupan seseorang dan dunia adalah inti dari penciptaan dan mandate budaya yang dicatat dalam kejadian 1:28, sedangkan mandat lain akan menyusul. Semua ini memberikan tugas kepada umat mansuia penyingkapan dan kemajuan kerajaan Allah di bumi sebagi wakil Tuhan atau pembawa gambar Tuhan.
Penetapan aturan Tuhan atas semua aspek kehidupan seseorang dan dunia adalah inti dari penciptaan dan mandate budaya yang dicatat dalam kejadian 1:28, sedangkan mandat lain akan menyusul. Semua ini memberikan tugas kepada umat mansuia penyingkapan dan kemajuan kerajaan Allah di bumi sebagi wakil Tuhan atau pembawa gambar Tuhan.
B. PRODI
PAK MEMERLUKAN PEMBELAJARAN FILSAFAT
Filsafat
adalah suatu tindakan dan aktivitas. Filsafat adalah aktivitas untuk berpikir
secara mendalam tentang pertanyaan-pertanyaan besar dalam hidup manusia (apa
tujuan hidup, apakah Tuhan ada, bagaimana menata organisasi dan masyarakat,
serta bagaimana hidup yang baik), dan mencoba menjawabnya secara rasional,
kritis, dan sistematis.
Ketika
belajar filsafat, anda akan berjumpa dengan pemikiran para filsuf besar
sepanjang sejarah manusia. Sebut saja nama-nama pemikir besar itu, seperti
Plato, Aristoteles, Immanuel Kant, Thomas Aquinas, dan Jacques Derrida.
Pemikiran mereka telah membentuk dunia, sebagaimana kita pahami sekarang ini.
Dengan
belajar filsafat, anda akan mendapatkan beberapa ketrampilan berikut;
memikirkan suatu masalah secara mendalam dan kritis, membentuk argumen dalam
bentuk lisan maupun tulisan secara sistematis dan kritis, mengkomunikasikan ide
secara efektif, dan mampu berpikir secara logis dalam menangani masalah-masalah
kehidupan yang selalu tak terduga.
Dengan
belajar filsafat, anda akan dilatih menjadi manusia yang utuh, yakni yang mampu
berpikir mendalam, rasional, komunikatif. Apapun profesi anda,
kemampuan-kemampuan ini amat dibutuhkan.
Filsafat
mengajak anda untuk memahami dan mempertanyakan ide-ide tentang kehidupan,
tentang nilai-nilai hidup, dan tentang pengalaman kita sebagai manusia.
Berbagai konsep yang akrab dengan hidup kita, seperti tentang kebenaran, akal
budi, dan keberadaan kita sebagai manusia, juga dibahas dengan kritis,
rasional, serta mendalam.
Harus
dipahami pula bahwa di dalam mempelajari filsafat sekuler harus berhati-hati.
Alkitab menjelaskan bahwa, “Hati-hatilah,
supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu
menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus
(Kol. 2:8). Pendidik harus teliti dan menguji setiap ajaran-ajaran tersebut
dengan kebenaran firman Tuhan (Ams. 16:2; 17:3; 21:2; Yer. 20:12; Gal. 6:4),
karena melalui penyaringan yang sesuai dengan firman Tuhanlah teori-teori para
filsuf dapat dipakai sebagai referensi saja, karena kita ketahui bahwa filsafat
yang dipergunakan di Indonesia adalah filsafat Barat, sehingga
pemikiran-pemikiran para filsuf yang sudah memasuki para teolog, pendidik,
pengkhotbah di Indonesia. Untuk itu,
sangat penting sekali untuk kembali ke dasar yang benar serta memikirkan apa
yang Alkitab katakan mengenai pendidikan, dalam hal ini pendidikan Kristen.
C. AJARAN
PARA FILSUF YANG TIDAK SESUAI DENGAN ALKITAB
Filsafat pendidikan humanisme, Maslow percaya
bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin.
Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah teori tentang Hierarchy
of Needs (Hirarki Kebutuhan). Menurut Maslow, manusia
termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari
yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling
tinggi (aktualisasi diri).
Menurut Kacamata Alkitab
Manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan telah diperlengkapi
dengan kemapuan-kemampuan dalam menjalani hidupnya, walaupun tidak semua
manusia dapat mempergunakan kemampuan tersebut dalam memenuhi keiginannya. Hal
ini dapat dikarenakan oleh kondisi fisik, mental, sosial dan spiritualnya yang
masing-masing berbeda dalam pencapainnya. Manusia memiliki keinginan yang kuat
dalam memenuhi kebutuhannya. Ditinjau dari pandangan Moslow tentang hirarkhi
kebutuhan di atas, dapat terlihat bahwa setiap tingkatan tersebut ada yang
telah dipenuhi manusia dan ada juga yang masing berjuang untuk memenuhi
kebutuhan dari setiap tingkatan.
Dalam agama Kristen setiap tingkatan dari kebutuhan tersebut
memiliki norma-norma dan sekali menjadi batasan-batasan bagi manusia dalam
mencapai tingkatan kebutuhan. Jikalau tanpa batasan dan norma tersebut manusia
akan mencapai kebutuhannya dengan menghalalkan segala cara tanpa memperdulikan
kebutuhan orang lain. Alkitab berkata “. . . cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman: “Aku sekali-kali
tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau
(Ibr. 13:5). Batasan
tersebut dapat kita temukan dalam Hukum Taurat. Dalam Hukum Taurat
jelas digambarkan bahwa ketika manusia itu berusaha dalam pencapaian kebutuhannya
harus tetap berpatokan pada Allah dan sesama. Walaupun terkadang ada manusia
yang tanpa memperdulikan Allah dan sesama dalam usaha pencapaian tiap tingkatan
kebutuhannya.
Ketika manusia dalam pencapaian kebutuhan dari yang terendah
sampai pada puncak kebutuhan akan aktualisasi sesuai dengan teori Moslow, tidak
menjadikan firman Tuhan menjadi landasannya maka manusia akan menjadi egois
tanpa perduli akan Allah dan sesama. Alkitab katakan (Im. 19:18; Mat. 22:39;
Mr. 12:31; Luk. 10:27; Gal. 5:14). Menurut Alkitab orang Kristen dapat
berpuasa untuk kebutuhan rohaninya dan hidup berpengharapan pada Tuhan baik
dalam pada kebutuhan dasar, rasa aman, penghargaan dikasihi dan mengasihi dan
pada tingkatan puncak aktualisasi diri, dengan demikian manusia dapat menikmati
kehidupan yang diberikan Tuhan.
Filsafat
Pendidikan Idealisme. Idealisme adalah salah satu aliran
filsafat pendidikan yang berpaham bahwa pengetahuan
dan kebenaran tertinggi adalah ide. Semua bentuk realita adalah
manifestasi alam ide. Karena pandangannya yang idealis itulah idealisme sering
disebut sebagai lawan dari aliran realisme.
Secara
logika, antara idealisme dan realisme tidak bisa dipertentangkan. Sebab, pencetus
idealisme (Plato, 427 SM-347SM) adalah murid dari pencetus
realisme (Socrates, 469 SM-399 SM).
Menurut Kacamata Alkitab
Bahwa
ide bukanlah kebenaran yang tertinggi, melainkan Allahlah yang menjadi
kebenaran yang tertinggi. Alkitab menuliskan, bahwa Ya TUHAN, punya-Mulah kebesaran dan kejayaan, kehormatan,
kemasyhuran dan keagungan, ya, segala-galanya yang ada di langit dan di bumi!
Ya TUHAN, punya-Mulah kerajaan dan Engkau yang tertinggi itu melebihi
segala-galanya sebagai kepala (1
Taw. 29:11), Firman-Mu itu pelita bagi
kakiku dan terang bagi jalanku (Mzm.
119:105), Kata Yesus kepadanya: “Akulah
jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa,
kalau tidak melalui Aku (Yoh.
14:6). Alkitab menjelaskan bahwa, Aku
telah melihat segala perbuatan yang dilakukan orang di bawah matahari, tetapi
lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin (Pkh.
1:10, 14, 17), Karena kepada orang yang dikenan-Nya Ia mengaruniakan hikmat,
pengetahuan dan kesukaan, tetapi orang berdosa ditugaskan-Nya untuk menghimpun
dan menimbun sesuatu yang kemudian harus diberikannya kepada orang yang dikenan
Allah. Inipun kesia-siaan dan usaha menjaring angina (Pkh. 2:24).
Filsafat
Pendidikan Realisme. Pada dasarnya realisme merupakan
filsafat yang memandang realitas secara dualitas (dunia fisik dan dunia
rohani). Gagasan filsafat realisme terlacak dimulai sebelum periode
abad masehi dimulai, yaitu dalam pemikiran murid Plato bernama Aristoteles
(384-322 SM). Ilmuwan realisme beranggapan bahwa realitas yang ada tidak
bergantung pada apa yang kita ketahui dan metode ilmiah adalah cara yang
terbaik untuk mendapatkan deskripsi yang akurat dari apa itu dunia dan
bagaimana kerjanya.
Aliran realisme mempersoalkan
obyek pengetahuan manusia. Aliran realisme memandang bahwa obyek pengetahuan
manusia terletak di luar diri manusia.
Contohnya bagaimana kursi itu ada karena ada yang membuatnya, begitu juga
dengan adanya alam yang berarti ada yang membuat. Tetapi kaum realis tidak mempercayai adanya roh karena yang ada hanyalah
jiwa. Kaum realis berpendapat bahwa tidak
ada kehidupan sesudah kematian.
Pendidikan
dalam realisme memiliki keterkaitan erat dengan pandangan John Locke bahwa
akal-pikiran jiwa manusia tidak lain adalah tabularasa, ruang kosong
tak ubahnya kertas putih kemudian menerima impresi dari lingkungan. Oleh
karena itu, pendidikan dipandang dibutuhkan karena untuk membentuk setiap
individu agar mereka menjadi sesuai dengan apa yang dipandang baik.
Menurut Kacamata Alkitab
Pemahaman Alkitab yang benar mengenai
realisme tidak dapat ditolerir, karena tidak berdasar. Alasanya adalah pada
mulanya Allah menciptakan langit dan bumi (Kej. 1:1), realisme tidak mengakui
hal ini sebab Tuhan, mereka tidak anggap ada. Kaum realis tidak mempercayai
adanya roh, padahal Alkitab menjelaskannya dalam Kejadian 1:26 bahwa,
Berfirmanlah Allah: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa
Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara
dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang
merayap di bumi.”
Kaum
realis tidak mempercayai adanya roh karena yang ada hanyalah jiwa, padahal
Alkitab menjelaskan secara jelas dan terperinci, Tetapi rohyang di dalam
manusia dan nafas Yang Mahakuasa, itulah yang memberi kepadanya pengertian
(Mzm. 32:8), Roh Manusia adalah
pelita TUHAN, yang menyelidiki seluruh lubuk hatinya (Ams. 20:27), demikian
pula dalam Zakharia 12:1, bahwa “. . . demikianlah
firman TUHAN yang membentangkan langit dan yang meletakkan dasar bumi dan yang
menciptakan roh dalam diri manusia.”
Pendapat
kaum realis tidak ada kehidupan sesudah kematian merupakan pendapat yang salah
dan tidak dapat diterima oleh Alkitab, sebab yang sebenarnya adalah ada
kebangkitan orang-orang yang percaya, Kisah Para Rasul 4:2 menjelaskan, “. . .
bahwa dalam Yesus ada kebangkitan dari antara orang mati.” Aku menaruh
pengharapan kepada Allah, sama seperti mereka juga, bahwa akan ada kebangkitan
semua orang mati, baik orang-orang yang benar maupun orang-orang yang tidak
benar (Kis. 24:15). Sementara itu dalam Matius
27:63 menjelaskan bahwa “Yesus
Sesudah tiga hari Aku akan bangkit.” Matius
28:6 pula menjelaskan,
bahwa “Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit.” Yohanes 2:22 menjelaskan pula, bahwa “Kemudian, sesudah Ia bangkit
dari antara orang mati.” Dan juga Yohanes
21:14 “itulah ketiga
kalinya Yesus menampakkan diri kepada murid-murid-Nya sesudah Ia bangkit dari
antara orang mati.” Acts 26:23 menjelaskan,
“yaitu, bahwa Mesias harus menderita sengsara dan bahwa Ia adalah yang
pertama yang akan bangkit dari antara orang mati, dan bahwa Ia akan
memberitakan terang kepada bangsa ini dan kepada bangsa-bangsa lain.” Yang
paling penting dalam hal ini adalah dalam kitab Roma 6:9 menuliskan, bahwa “Karena kita tahu, bahwa Kristus,
sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, tidak mati lagi: maut tidak berkuasa
lagi atas Dia.” 1 Tesalonika 4:14
menjelaskan “Karena jikalau kita percaya, bahwa Yesus telah mati dan
telah bangkit, maka kita percaya juga bahwa mereka yang telah meninggal dalam
Yesus akan dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Dia.”
Pendapat
John Locke bahwa akal-pikiran jiwa manusia tidak lain adalah tabularasa,
ruang kosong tak ubahnya kertas putih kemudian menerima impresi dari
lingkungan. Alkitab menjelaskan bahwa manusia telah jatuh ke dalam dosa dan
karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, (Rm.
3:23). Tuhan Yesus menebus dosa manusia dalam Kisah Para Rasul 15:11, Sebaliknya, kita percaya, bahwa
oleh kasih karunia Tuhan Yesus Kristus kita akan beroleh keselamatan sama
seperti mereka juga.” Dan juga dalam Roma
3:24 “dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma
karena penebusan dalam Kristus Yesus.” Karena kasih karunia Tuhan sehingga
manusia diselamatkan oleh iman, itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah
(Ef. 2:8). Filipi 2:12
menjelaskan pula bahwa “Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa
taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar bukan
saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku
tidak hadir.”
Filsafat Pendidikan Naturalisme. Naturalisme dalam filsafat pendidikan mengajarkan bahwa guru
paling alamiah dari seorang anak adalah kedua orang tuanya. Oleh karena itu,
pendidikan bagi naturalis dimulai jauh hari sebelum anak lahir, yakni sejak
kedua orang tuanya memilih jodohnya. Tokoh filsafat pendidikan naturalisme
adalah John Dewey, Morgan Cohen, Herman Harrell Horne, dan Herbert Spencer
menyatakan bahwa sekolah merupakan dasar dalam keberadaan naturalisme. Sebab,
belajar merupakan sesuatu yang natural, oleh karena itu fakta bahwa hal itu
memerlukan pengajaran juga merupakan sesuatu yang natural juga.
Kelebihan
utama aliran ini adalah penghargaannya yang tinggi terhadap alam, termasuk anak
yang lahir secara alamiah akan cenderung baik. Paham ini bisa melahirkan
manusia-manusia demokratis, sebab segala sesuatu dikembalikan pribadi
masing-masing. Namun kelemahan utama aliran ini adalah bahwa anak yang lahir
juga dipengaruhi oleh lingkungannya. Jika lingkungan di sekitar baik, maka anak
tersebut cenderung baik. Sebaliknya, jika kehidupan di sekitarnya buruk, anak
cenderung berkembang ke arah buruk.
Menurut Kacamata Alkitab
Sejauh
pemahaman yang komprehensif mengenai filsafat naturalisme memang ada benar dan
baiknya untuk dikembangkan, misalnya bagwa guru paling alamiah daria seorang
anak adalah kedua orangtuanya. Firman Tuhan dalam Ulangan 6:7-9, menuliskan,
bahwa “haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan
membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam
perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga
engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi
lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu
dan pada pintu gerbangmu.” Peran orangtua sangatlah mempengaruhi pola pikir
anak, cara bertindak dan melakukan segala sesuatunya. Orangtua harus memberikan
bekal yang banyak kepada anak-anaknya, melihat situasi dan kondisi yang
destruktif zaman ini. Firman Tuhan harus ditanamkan dari mulai kecil sampai
dewasa, agar mereka dapat melekat dan terus menghidupinya.
Penulis
kurang setuju termasuk anak yang lahir secara alamiah akan cenderung baik.
Pertanyaan yang penulis ajukan adalah bagaimana dengan yang lahir tidak secara
alamiah apakah tidak baik? Hal tersebut perlu dipahami dengan melihat kacamata
Alkitab mengenai kelahiran. Dosa asal harus dipahami secara benar dan
komprehensif, sebab manusia pada dasarnya sudah berdosa melalui dosa adam dan
hawa (Kej. 3:17), karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan
kemuliaan Allah (Rm. 3:23). Dari
keberdosaan manusia ini didapati bahwa, manusia harus datang kepada Tuhan dan
Juruselamatnya untuk menerima pengampuan (1 Yoh. 1:9; 4:14).
Pemahaman
kaum naturalisme mengenai pendidikan alamiah mendatangkan sesuatu hal
kontroversi, sebab disamping mengakui kealamiahan seorang anak yang lahir, faktor
lingkungan menjadi salah satu hal yang mereka akui sebagai salah satu penyebab
anak bertumbuh. Jika lingkungan di sekitar baik, maka anak tersebut cenderung
baik. Sebaliknya, jika kehidupan di sekitarnya buruk, anak cenderung berkembang
ke arah buruk. Penulis setuju dengan pemahaman seperti ini, meskipun
dianggap sebagian orang salah. Namun kembali lagi harus berpadan kepada Alkitab
sebagai sumber yang benar.
Pengajaran
dapat diberikan ketika anak bangun, tidur, berada di meja makan, belajar, dan
sedang berjalan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa setiap waktu diberikan
pembelajaran yang sesuai dengan tahap perkembangan anak-anak mereka.
Pembelajaran yang diberikan oleh orangtua haruslah menjadi dasar yang benar dan
tepat dalam mendidik anak-anak mereka, seperti dijelaskan dalam 1 Korintus
15:33, “Pergaulan yang buruk, merusakkan kebiasaan yang baik.” Mungkin saja
anak-anak akan dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya, untuk itu orangtua harus
waspada terhadap apa yang akan dan sedang terjadi kedepannya.
Pemahaman
lingkungan yang baik dan tidak baikpun harus dipahami dengan bahasa yang mudah
dipahami. Hal tersebut terlihat dari beberapa tanggapan yang menjelaskan
mengenai perkembangan anak. Alkitab mencatat bahwa 1 Samuel 2, “sebab mereka
memandang rendah korban untuk TUHAN.” Mereka
berada dalam lingkungan yang religious, namun tidak terlihat apakah
kereligiusan mereka hanya terlihat di luar namun hidup mereka yang sebenarnya
adalah berantakan. Orangtua harus menyediakan waktu yang banyak untuk mendidik
anak-anak mereka. Demikian pula Salomo dalam mendidik Rehabeam, yang akan
menggantikannya menjadi raja untuk 10 suku Israel. Di dalam 1 Raja-raja 12:8, menuliskan bahwa “Tetapi
ia mengabaikan nasihat yang diberikan para tua-tua itu, lalu ia meminta nasihat
kepada orang-orang muda yang sebaya dengan dia dan yang mendampinginya.”
Rehabeam tidak menghargai peran para tua-tua di dalam mengambil keputusan atas
pemerintahannya, malah mengikuti nasihat temant-temannya.
Sejarah
Pragmatisme. Aliran ini pertama kali tumbuh Di Amerika pada tahun 1878. Ketika
itu Charles Sanders Pierce (1839–1914) menerbitkan sebuah makalah yang
berjudul “How to Make Our Ideas Clear”. Namun pragmatisme sendiri lahir
ketika William James membahas makalahnya yang berjudul “Philosophycal
Conceptions and Practical Result” (1898) dan mendaulat Pierce sebagai
Bapak Pragmatisme.
Konsep
Pragmatisme. Filsafat pragmatisme beranggapan bahwa pikiran itu mengikuti tindakan.
suatu teori dapat dikatakan benar apabila teori itu bekerja. Ini berararti
pragmatisme dapat digolongkan ke dalam pembahasan tentang makna kebenaran atau theory
of truth.
Menurut James kebenaran adalah sesuatu yang terjadi pada ide.
Menurutnya kebenaran adalah sesuatu yang tidak statis dan tidak mutlak. Dengan
demikian kebenaran adalah sesuatu yang bersifat relatif. Hal ini dapat
dijelaskan melalui sebuah contoh. Misalnya ketika kita menemukan sebuah teori
maka kebenaran teori masih bersifat relatif sebelum kita membuktikan sendiri
kebenaran dari teori itu.
Ia
berpendapat bahwa inti dari realiatas adalah pengalaman yang dialami manusia. Dengan
demikian nilai dan kebenaran dapat ditentukan dengan melihat realitas yang
terjadi di lapangan dan tidak lagi melihat faktor–faktor lain semisal dosa atau
tidak.
Menurut Kacamata Alkitab
Apabila
dipahami secara sekilas akan terlihat bahwa teori tersebut adalah benar secara
ilmiah. Namun di dalam firman Tuhan kebenaran adalah absolut. Allah adalah
hidup dan berkuasa atas hidup manusia (Yer. 10:10; 1 Yoh. 5:20). Di Kisah Para
Rasul 10:36 dituliskan, bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan. Hal ini tidak bisa
dihilangkan dan dikesampingkan di dalam pembelajaran PAK. Pengalaman seseorang
tidak serta merta dijadikan sebuah pegangan hidup, namun harus melihat apa yang
Alkitab katakan mengenai pengalaman tersebut dan Alkitab harus berada di atas
pengalaman seseorang. Pengalaman pun harus diuji kebenarannya (1 Tes. 5:21). Dalam
Mazmur 26:2 dituliskan, bahwa “Ujilah
aku, ya TUHAN, dan cobalah aku; selidikilah batinku dan hatiku.” Daud
mengatakan demikian kepada Tuhan, agar dia selalu benar di mata-Nya.
Kebenaran
firman Tuhan adalah absolut, sebab Dialah sumber kebenaran tersebut (2 Sam.
7:28), dialah yang Alfa dan Omega dan yang Awal dan Akhir (Why. 22:13).
D. PERJANJIAN
LAMA DAN PERJANJIAN BARU ADALAH KEBENARAN SEJATI
Banyak cara yang
dilakukan oleh manusia untuk mencari kebenaran. Namun saat ini penulis akan
sedikit berbagi tentang kebenaran yang penulis percayai sebagai kebenaran yang
sejati. Dan kebenaran sejati yang penulis maksud adalah kebenaran yang
berdasarkan kesaksian Alkitab. Kebenaran sejati itu adalah Allah itu sendiri,
namun yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana manusia bisa mencapai kebenaran
tersebut? Dan Alkitab telah memberikan kesaksian tentang kebenaran tersebut dan
cara mencapai kebenaran itu.
Langsung saja penulis menguraikan sedikit kesaksian Alkitab itu, supaya kita tahu bagaimana cara mencapai kebenaran sejati itu. Karna ini adalah uraian singkat dan padat, jadi kita hanya berpokus pada Surat Roma 9:30-33. Jadi untuk memulainya, kita memulai dari yang sederhana saja.
Langsung saja penulis menguraikan sedikit kesaksian Alkitab itu, supaya kita tahu bagaimana cara mencapai kebenaran sejati itu. Karna ini adalah uraian singkat dan padat, jadi kita hanya berpokus pada Surat Roma 9:30-33. Jadi untuk memulainya, kita memulai dari yang sederhana saja.
Roma
9:30-33 “Jadi demikian, apakah yang hendak kita katakan? ini: bahwa
bangsa-bangsa yang tidak mengejar kebenaran, telah beroleh kebenaran, yaitu
kebenaran karena iman. Tetapi: bahwa Israel, sungguhpun mengejar hukum yang
akan mendatangkan kebenaran, tidaklah sampai kepada hukum itu. Mengapa tidak?
Karena Israel mengejarnya bukan karena iman, tetapi karena perbuatan. Mereka
tersandung pada batu sandungan, seperti ada tertulis: “Sesungguhnya, Aku
meletakkan di Sion sebuah batu sentuhan dan sebuah batu sandungan, dan siapa
yang percaya pada-Nya, tidak akan dipermalukan.”
Ada beberapa hal yang bisa kita lihat disini, untuk mencapai kebenaran yang sejati itu, yaitu:
Ada beberapa hal yang bisa kita lihat disini, untuk mencapai kebenaran yang sejati itu, yaitu:
1)
Kebenaran sejati hanya diperoleh melalui Iman. Perhatikan ayat 30, “bahwa
bangsa-bangsa lain yang tidak mengejar kebenaran, tetapi beroleh kebenaran,
yaitu kebenaran karena iman.” Dan di pertegas lagi di ayat 32, sekaligus
menjadi argumentasi mengapa bangsa itu (Israel) tidak mencapai kebenaran sejati
tersebut, “karena Bangsa itu mengejar hukum yang Allah tetapkan itu tidak
dengan iman melainkan dengan perbuatan”. Jadi kebenaran sejati hanya dapat
diperoleh melalui iman. Iman kepada siapa? Tentunya kepada Allah itu sendiri
atau kepada perkataan-Nya/Firman-Nya. Namun belum sampai di situ, di poin ke 3
nanti akan lebih spesifik lagi, iman yang dimaksud tersebut kepada siapa. Sabar
ya!. Lanjut ke poin ke 2.
2)
Hukum itu bukanlah
kebenaran sejati tapi hanya sebagai alat untuk mendatangkan kebenaran. Perhatikan ayat 31, “bahwa Israel,
sungguhpun mengejar hukum yang akan mendatangkan kebenaran” Fakta di sini jelas
bahwa hukum atau jika kita berada pada kesimpulan bahwa hukum yang dimaksud
disini adalah hukum Torah, maka kita akan sepakat menyimpulkan bahwa hukum
Torah bukanlah kebenaran itu. Lebih tepatnya hukum itu adalah sebagai penuntun
untuk kita bisa mencapai kebenaran sajati tersebut, tapi ingat bukan
berdasarkan perbuatan semata tapi berdasarkan iman.
3)
Kebenaran sejati hanya
diperoleh melalui Iman kepada Yesus. Perhatikan
ayat 33, “Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu sentuhan dan sebuah
batu sandungan, dan siapa yang percaya kepada-Nya, tidak akan di permalukan”.
Batu sentuhan dan batu sandungan tersebut mengacu pada pribadi Yesus
(kepada-Nya). Kenapa Yesus, alasannya sederhana sekali, karena Yesus telah
nyata-nyata menjadi batu sandungan bagi bangsa Israel. Selanjutnya di situ juga
ada kata “percaya kepada-Nya”, jika kita sepakat dengan no 1, maka iman yang di
maksud no 1 adalah iman kepada Yesus.
Pandangan
yang benar yaitu, Alkitab adalah Firman Allah. Alkitab ditulis atas ilham/
inspirasi Allah. Alkitab diilhamkan secara verbal kata demi kata secara
lengkap. Perhatikanlah kedua bagian ayat Alkitab yang telah disebutkan pada
bagian pendahuluan di atas, 2 Timotius 3:16, “Segala tulisan yang diilhamkan
Allah ...”,
2 Petrus 1:21, “Sebab
tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh
Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah.” Jadi kata demi kata yang ditulis
dinafaskan Allah atau berdasarkan dorongan Roh Kudus. Allah menafaskan
firman-Nya ke dalam hati, pikiran dan mulut hamba-hamba-Nya sehingga mereka
hanya mengemukakan apa yang terlebih dahulu ditaruh Allah dalam hati dan
pikiran mereka, tetapi Ia menuntun manusia untuk menuliskan dalam bahasa
manusia dan dimengerti oleh manusia sendiri.
Alkitab
mengajarkan dan membuktikan bahwa Alkitab adalah Firman Allah. Alkitab yang
terdiri dari 66 kitab yang ditulis oleh kurang lebih 40 orang yang berasal dari
berbagai golongan masyarakat, tingkat pendidikan, sosial dan ekonomi yang
berbeda dan dalam situasi yang berbeda serta kebanyakan tidak saling mengenal
yang di antara mereka ada raja, perdana menteri, seniman, filsuf, dokter,
nelayan, petani, peternak, dan sebagainya dan ditulis dalam tiga bahasa yakni
Ibrani, Aramik dan Yunani, dalam jangka waktu perampungan penulisan kurang
lebih 1600 tahun. Namun ke-66 kitab tersebut merupakan satu kesatuan yang
mengherankan dan dibalik semua itu ada satu tema pokok yang sama dari semua
tulisan itu ialah “Penebusan melalui Kristus”. Hal ini dapat terjadi karena
Allah yang bekerja.
Alkitab
mengajarkan dan membuktikan bahwa Alkitab adalah Firman Allah. Misalnya
pernyataan-pernyataan kepada Musa (Kel. 14, 16). Kepada Musa Allah memerintahkan
untuk menulis (Kel. 17:14, 34:27). Para penulis Alkitab berkemampuan dan
dijamin serta dipercayai dapat memberi kesaksian dan mengajar kebenaran ilahi
karena mereka adalah saksi-saksi mata (Kis. 2:32, 1 Kor. 15:5-8, Ibr. 1:1).
Sejarah
dan nubuatan yang digenapi membuktikan bahwa Alkitab adalah Firman Allah.
Nubuatan tentang Tuhan Yesus dalam Perjanjian Lama, tentang kelahiran-Nya,
kematian dan kebangkitan-Nya nyata dengan jelas penggenapannya dalam Perjanjian
Baru. Nubuat tentang 4 kekaisaran dunia yaitu akan kejayaan kekuasaan dan
kejatuhan kekaisaran Babilonia, Mediparsi, Yunani dan Romawi terbukti benar
dalam sejarah dunia, serta keberadaan bangsa Israel dalam kanca sejarah dunia.
Dari
sudut pandang ilmu pengetahuan membuktikan bahwa Alkitab benar adalah Firman
Allah. Galilio, seorang Ilmuwan mengadakan penyelidikan dan menyimpulkan bahwa
bumi ini bentuknya adalah bulat dan Columbus pada abad XV mengadakan perjalanan
laut mengelilingi dunia dan membuktikan bahwa bumi ini benar bulat. Tetapi jauh
sebelum kedua tokoh tersebut menyatakan demikian, Alkitab jauh sebelumnya sudah
menyatakan bahwa bumi ini bulat (Yes. 40:21-22; Ams. 8:27) dan disamping itu
bukti ilmu pengetahuan mendukung pernyataan Alkitab bahwa bumi ini berada/tergantung
pada kehampaan (Ayb. 26:7). Cobalah anda memandang ke langit, dapatkah anda
menghitung jumlah bintangnya? Orang-orang mencoba untuk menghitungnya. Misalnya
hasil perhitungan Hiparchus (200 M), berjumlah 1.022 bintang sedangkan menurut
Ptolemy (220 M), berjumlah 1.026 buah, manakah yang benar dari keduanya?
Alkitab menyatakan bahwa sesungguhnya jumlah bintang di langit, sama halnya
dengan pasir di laut tidak akan terhitung tepat jumlahnya (perhatikanlah apa
yang tertulis dalam Kej. 15:5; 22:17 dan Yer. 33:22).
Selanjutnya
dari penemuan kepurbakalaan akan bukti-bukti peninggalan sejarah sebagaimana
tercantum dalam Alkitab dan penemuan naskah-naskah kuno Alkitab (seperti
penemuan yang tidak dengan sengaja seorang penggembala berkebangsaan Arab akan
gulungan-gulungan naskah kuno di gua Qumran di tepi laut mati yang dikenal
dengan “The Dead Sea Scrolls”) membuktikan bahwa Alkitab benar. Alkitab adalah
Firman Allah.
E. SETUJU
FILSAFAT PAK HARUS DIPELAJARI
Filsafat
pendidikan terdiri dari apa yang diyakini seorang guru mengenai pendidikan,
atau merupakan kumpulan prinsip yang membimbing tindakan profesional guru.
Setiap guru baik mengetahui atau tidak memiliki suatu filsafat pendidikan,
yaitu seperangkat keyakinan mengenai bagaimana manusia belajar dan tumbuh serta
apa yang harus manusia pelajari agar dapat tinggal dalam kehidupan yang baik.
Filsafat
pendidikan secara fital juga berhubungan dengan pengembangan semua aspek
pengajaran. Dengan menempatkan filsafat pendidikan pada tataran praktis, para
guru dapat menemukan berbagai pemecahan permasalahan pendidikan.
Terdapat hubungan yang kuat antara perilaku guru dengan
keyakinannya:
a.
Keyakinan
mengenai pengajaran dan pembelajaran. Komponen penting filsafat pendidikan
seorang guru adalah bagaimana memandang pengajaran dan pembelajaran, dengan
kata lain, apa peran pokok guru? Sebagian guru memandang pengajaran sebagai
sains, suatu aktifitas kompleks. Sebagian lain memandang sebagai suatu seni,
pertemuan yang sepontan, tidak berulang dan kreatif antara guru dan siswa. Yang
lainnya lagi memandang sebagai aktifitas sains dan seni. Berkenaan dengan
pembelajaran, sebagian guru menekankan pengalaman-pengalaman dan kognisi siswa,
yang lainnya menekankan perilaku siswa.
b.
Keyakinan
mengenai siswa. Akan berpengaruh besar pada bagaimana guru mengajar? Seperti
apa siswa yang guru yakini, itu didasari pada pengalaman kehidupan unik guru.
Pandangan negatif terhadap siswa menampilkan hubungan guru-siswa pada ketakutan
dan penggunaan kekerasan tidak didasarkan kepercayaan dan kemanfaatan.Guru yang
memiliki pemikiran filsafat pendidikan mengetahui bahwa anak-anak berbeda dalam
kecenderungan untuk belajar dan tumbuh.
c.
Keyakinan
mengenai pengetahuan. Berkaitan dengan bagaimana guru melaksanakan pengajaran.
Dengan filsafat pendidikan, guru akan dapat memandang pengetahuan secara
menyeluruh, tidak merupakan potongan-potongan kecil subyek atau fakta yang
terpisah.
d. Keyakinan mengenai apa yang perlu diketahui. Guru
menginginkan para siswanya belajar sebagai hasil dari usaha mereka, dimana hal
ini berhubungan dalam keyakinan (teologi) nya yang harus diajarkan kepada
murid/siswa.
Filsafat
pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam pendidikan. Pendidikan membutuhkan
filsafat karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan
pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi masalah-masalah yang lebih luas,
lebih dalam, serta lebih kompleks, yang tidak dibatasi pengalaman maupun
fakta-fakta pendidikan, dan tidak memungkinkan dapat dijangkau oleh sains
pendidikan.
Seorang
guru, baik sebagai pribadi maupun sebagai pelaksana pendidikan, perlu
mengetahui filsafat pendidikan. Seorang guru perlu memahami dan tidak boleh
buta terhadap filsafat pendidikan, karena tujuan pendidikan senantiasa
berhubungan langsung dengan tujuan hidup dan kehidupan individu maupun
masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan. Tujuan pendidikan perlu dipahami
dalam hubungannya dengan tujuan hidup. Guru sebagai pribadi mempunyai tujuan
hidupnya dan guru sebagai warga masyarakat mempunyai tujuan hidup bersama.
Filsafat
pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para pendidik (guru).
Keterbukaan pikiran disertai dengan kerangka orientasi ke masa depan melahirkan progresivitas pemikiran guru PAK. Ia menjadi guru PAK yang berpikir ke depan melalui pergaulannya dengan banyak kalangan dari berbagai situasi dan kalangan. Itulah yang menjadikan pikiran guru PAK tetap. Guru PAK menggunakan berbagai pengetahuan yang dimiliki bukan sebagai resep atau dogma, melainkan sebagai alat untuk menganalisis dan memahami kenyataan hidup di masyarakat, khususnya murid / siswa. Dari situ, dapat memahami guru PAK sebagai orang yang berorientasi pada masalah yang dihadapi, bukan pada aliran atau teori tertentu. Rumusan-rumusan konsep pendidikan yang dipaparkannya secara jelas menunjukkan keterlibatannya dengan persolan-persoalan pendidikan yang dihadapi oleh ke-manusia-an di masa hidupnya. Dari pergulatannya dengan berbagai persoalan itu, lahirlah pemikiran-pemikiran progresif yang memberi solusi konstruktif.
Keterbukaan pikiran disertai dengan kerangka orientasi ke masa depan melahirkan progresivitas pemikiran guru PAK. Ia menjadi guru PAK yang berpikir ke depan melalui pergaulannya dengan banyak kalangan dari berbagai situasi dan kalangan. Itulah yang menjadikan pikiran guru PAK tetap. Guru PAK menggunakan berbagai pengetahuan yang dimiliki bukan sebagai resep atau dogma, melainkan sebagai alat untuk menganalisis dan memahami kenyataan hidup di masyarakat, khususnya murid / siswa. Dari situ, dapat memahami guru PAK sebagai orang yang berorientasi pada masalah yang dihadapi, bukan pada aliran atau teori tertentu. Rumusan-rumusan konsep pendidikan yang dipaparkannya secara jelas menunjukkan keterlibatannya dengan persolan-persoalan pendidikan yang dihadapi oleh ke-manusia-an di masa hidupnya. Dari pergulatannya dengan berbagai persoalan itu, lahirlah pemikiran-pemikiran progresif yang memberi solusi konstruktif.
Setelah
menempuh mata kuliah ini, mahasiswa diharapkan paling tidak kesadaran dan
memiliki dasar pemikiran filosofis dan teoritis mengenai pendidikan dalam
lingkup pengajaran makro berlandaskan epistemologis dan lingkup
belajar-mengajar mikro berlandaskan interaksi insani, memiliki wawasan yang
luas dan dalam mengenai berbagai pandangan fislafat dan teori pendidikan.
Penulis mampu pula mengidentifikasi permasalahan pendidikan yang ditemuinya
dalam keseharian pendidikan dan mencarikan jalan keluarnya. Diharapkan juga
dengan landasan ini, penulis akan mampu membina dan mengembangkan program
pendidikan serta memecahkan persoalan pendidikan pada umumnya, dan khususnya
yang timbul dan dihadapi di Indonesia baik dalam rangka otonomi daerah maupun
dekonsentrasi pendidikan guru dan Pendidikan Agama Kristen.
”Filsafat
Pendidikan Agama Kristen” membahas persoalan filsafati dan teoritis mengenai
pendidikan, baik dasar pemikiran maupun penerapannya dalam praktek serta
pemecahan masalah-masalah mikro dan makro pendidikan, dengan menempatkan
permasalahan pendidikan tersebut pada pemikiran filsafat maupun teoritis. Maka
perkuliahan ini juga menyoroti pelbagai landasan pendidikan, serta pendidikan
dalam praktek dengan ilmu pengetahuan termasuk pedagogik, dengan filsafat
pendidikan serta dengan berbagai disiplin keilmuan lain. Dalam studi ini
digunakan pendekatan filsafat, teoritis-sistematis, historis, maupun
komparatif, yang mana dari itu semua dilandasi oleh pemikiran teologi Kristen,
sebagai pengejawantahan dari Alkitab.
Komentar