NELSON HASIBUAN 27:“APAKAH ROH ALLAH DALAM ZAMAN PL HINGGAP HANYA SEMENTARA SAJA DAN ZAMAN PB YANG MENETAP DAN BAGAIMANA DENGAN GEREJA MASA KINI?”
DAFTAR
ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN..................................................................... 1
Latar
Belakang Masalah............................................................ 1-2
BAB II
PERKEMBANGAN TEOLOGIS......................................... 3
Periode
Awal............................................................................ 3
Hakim-hakim
dan Kerajaan...................................................... 4-5
Periode
Nabi-nabi..................................................................... 5-6
Misi
Roh kepada Para Murid.................................................... 6
BAB
III APAKAH ROH ALLAH DALAM ZAMAN PL
HINGGAP HANYA SEMENTARA SAJA DAN ZAMAN
PB YANG MENETAP DAN BAGAIMANA DENGAN
GEREJA MASA KINI?........................................................ 7
Zaman
Raja Saul....................................................................... 7-8
Zaman
Raja Daud..................................................................... 9-10
Zaman
Tuhan Yesus dan Pencurahan Roh Kudus........................ 10-11
Gereja
Masa Kini...................................................................... 12-14
BAB IV
KESIMPULAN....................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA............................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
Setelah
penulis mengikuti perkuliahan Teologi Perjanjian Lama-2 pada semester ini, penulis
mendapatkan banyak hal yang dapat menambah perbendaharaan ilmu teologi penulis
dalam proses belajar mengajar. Untuk itu dalam makalah ini penulis akan
membahas mengenai perkembangan teologis yang dimulai dari (periode awal, masa
hakim-hakim dan kerajaan, periode nabi-nabi, dan misi Roh kepada murid). Serta
hubungan antara apakah Roh Allah dalam zaman PL hinggap hanya sementara saja dan
zaman PB yang menetap serta aplikasinya bagi gereja masa kini?
Latar Belakang Masalah
Pada
masa kini nampaklah suatu kerinduan yang sangat dalam untuk mengalami serta
dipenuhi Roh Kudus sebagaimana dilami orang Kristen pertama. Ada suatu
ketidakpuasan dengan “status quo” dalam banyak gereja pada masa kini sebab
sering kali karya Roh Kudus untuk orang percaya dan dunia diabaikan. Ketidak
puasan ini pada dasarnya sangat positif, walaupun motifasi bisa juga tidak
tepat, sebab kenyataan kehidupan Kristen di banyak jauh di bawah standart
alkitabiah.
Dalam
makalah ini akan membahas bagaimana pekerjaan Roh Allah di dalam zaman PL dan
PB serta perkembannya di gereja zaman sekarang, karena ada banyak orang Kristen
yang tidak percaya akan pekerjaan Roh Allah di dalam melakukan pekerjaan-Nya.
Seringkali orang-orang beranggapan bahwa Roh Allah itu hanya menetap sementara
saja kepada orang-orang yang dipilihnya dan tidak permanent. Untuk itu penulis
akan membahas dan menunjukkan bahwa Roh Allah tetap bekerja sampai sekarang ini
dan dan Roh-Nya menetap dalam hidup orang-orang percaya.
BAB II
PERKEMBANGAN TEOLOGIS
Periode Awal
Pada zaman PL, dalam diri orang
awam tidak terdapat pengurapan (kini orang awam itu kita namakan ‘orang
percaya’ biasa; bukan pendeta atau pekerja Kristus). Pada masa PL itu hadirat
Allah hanya terkungkung di dalam ruang Maha Kudus yang ada di dalam Bait Allah.
Namun demikian Allah mengurapi raja untum memangku jabatannya. Demikian juga
halnya dengan imam dan nabi. Roh Allah turun ke atas tiga macam insan itu untuk
melengkapi dan menyanggupkan mereka memangku jabatan masing-masing yang
berlainan coraknya.[1]
Dalam
bagian awal PL, Roh Allah adalah kuasa yang sebentar-bentar datang atas
seseorang dan memberikan kuasa kepadanya untuk merampungkan maksud-maksud
Allah. Pemunculan yang paling awal terdapat dalam Kejadian 1:2. Dilukiskan
bahwa Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air. Hubungan yang demikian
mesra antara Allah dengan ciptaan-Nya selanjutnya terdapat dalam Kejadian 2:7,
di mana Allah menghembuskan napas (roh) hidup ke dalam hidung manusia.
Ketergantungan manusia yang terus-menerus pada hadirat Allah selanjutnya
diuraikan secara panjang lebar dalam Kejadian 6:3, “Roh-Ku (Allah) tidak akan
selama-lamanya tinggal di dalam manusia.”
Hubungan antara Roh Tuhan dan
kemampuan manusia telah dikenal sejak awal. Firaun menyadari bahwa hanya orang
yang dipenuhi dengan Roh Allah dapat menunjukkan kebijaksanaan seperti Yusuf (Kejadian
41:38). Roh Allah juga telah memenuhi Bezaleel dengan keahlian merancang
pola-pola arsitek untuk pembuatan kemah suci (Keluaran 31:3 dan 35:31). Jadi,
Roh yang berada di dalam manusia tidak hanya mengadakan perbuatan-perbuatan
besar untuk menyelamatkan, tetapi bersama dengan itu juga memberi pertolongan
dalam membentuk benda-benda sangat indah yang berbicara keindahan Allah sendiri
dan yang dapat menolong dalam beribadah.[2]
Dalam diri Musa pekerjaan Roh
menjadi lebih jelas. Bilangan 11:17 dan 25 menunjukkan bahwa suatu ukuran
khusus dari kuasa Roh diberikan kepada Musa agar ia dapat mengerjakan
maksud-maksud Allah.
Hakim-hakim dan Kerajaan
Selama periode hakim-hakim,
kedatangan Roh masih merupakan kejadian yang luar biasa, yang memberikan kuasa
bagi seseorang untuk melakukan kehendak Allah. Hakim-hakim diperkenalkan dengan
kalimat, “Roh TUHAN menghinggapi dia dan ia menghakimi” (Hakim-hakim 3:10;
6:34). Di sini pemimpin-pemimpin umat Allah diberi kuasa dan wewenang tidak
hanya untuk menghakimi seperti yang biasa kita kenal dalam penghakiman, tetapi
untuk memimpin dan melepaskan umat dari penindasan. Dalam kasus Simson
disebutkan bahwa berkuasalah Roh TUHAN atas dia (Hakim-hakim 14:6 dan 15:14).
Pengalaman yang serupa dialami oleh
nabi-nabi yang awal. Dalam I Samuel 10, pada saat Samuel mengurapi Saul menjadi
raja atas umat Allah (ayat 1), ia berkata, “Roh TUHAN akan berkuasa atasmu;
engkau akan kepenuhan bersama-sama dengan mereka dan berubah menjadi manusia
lain” (ayat 6). Waktu Daud diurapi, ia juga menerima Roh Tuhan (II Samuel
23:2).
Di dalam I Samuel 16:14-16 bercerita
mengenai Roh Tuhan yang mundur dari Saul dan Tuhan mengirim roh jahat untuk
menganggunya (I Samuel 18:10). Juga sangat menarik adalah kisah Elia dan Elisa.
Ketika datang saatnya bagi Elia untuk diangkat ke sorga, Elisa meminta dua
bagian dari roh Elia (II Raja-raja 2:9, 15). Roh itu tentunya Roh Tuhan, tetapi
diidentikkan dengan nabi itu dan disebut “roh Elia” dalam ayat 15. Lagi-lagi, sulit
untuk menentukan di mana Roh Allah berhenti bekerja dan roh manusia sendiri
mulai bekerja; manusia benar-benar bergantung kepada Allah, tetapi pada saat
yang sama ketergantungan ini tidak meniadakan kepribadinnya sendiri.[3]
Dalam periode kerajaan
Dalam
periode kerajaan, aspek-aspek kelembagaan mulai menonjol dan menguasai hal-hal
yang berhubungan dengan karunia Roh, dan ketergantung pada Roh menjadi kurang
kelihatan. Kita tidak tahu apakah itu suatu sebab atau suatu akibat, tetapi
aktivitas mukjizat terlihat menurun. Akan tetapi, bertentangan dengan semua,
justru dalam periode inilah kita melihat sekilas perkembangan yang paling
menakjubkan di bidang ketergantungan pribadi kepada Roh yaitu kasus Daud dalam
Mazmur 51. Kepenuhan Roh Kudus yang lebih tetap terkandung dalam permohonannya
untuk tidak mengambil Roh Kudus daripadanya (ayat 11).
Periode Nabi-Nabi
Baru
dalam zaman nabi-nabi pekerjaan Roh Kudus menjadi bersifat lebih pribadi, baik
dalam pengalaman para nabi sendiri maupun dalam penglihatan mereka mengenai
masa depan. Dalam diri nabi-nabi itu Roh tetap berfungsi sebagai sesuatu yang
mempersatukan manusia dengan Allah dan mendapatkan partisipasi manusia dalam
aktivitas penyelamatan yang direncanakan Allah. Roh terlihat lebih nyata sebagi
kuasa keunggulan moral Allah yang sedang bekerja di dunia (Yesaya 28:5-6).
Pokok pikiran yang timbul mengenai Roh adalah sebagai kehadiran yang bekerja
secara pribadi di dalam orang seorang, dan sering secara sangat pribadi. Seperti
halnya dalam PB, para nabi berada dalam kenyataan masa kini dan sekaligus
pengharapan akan masa datang, sesuatu yang “sudah” dan sekaligus “belum”
terjadi.
Ide
yang sama dinyatakan dalam ungkapan tentang Paraclete: “Ia menyertai kamu dan
akan diam di dalam kamu” (Yohanes 14:17). Sejak murid-murid berhubungan dengan
Tuhan mereka, Roh kebenaran, atau kenyataan, telah tinggal bersama mereka di
dalam Tuhan, dan sekarang, berkenan dengan terpisahnya Tuhan, Roh itu akan
berada di dalam mereka. Roh itu tentu saja telah beserta dengan orang-orang
kudus dalam Perjanjian Lama dan sesungguhnya telah diam di dalam mereka (Mazmur
51:12-13). Namun, Perjanjian Lama lebih sering berbicara tentang Roh datang ke
atas orang-orang tertentu ketimbang berada di dalam mereka. Perjanjian lama
menantikan mesianis, saat dimensi baru Roh akan diberikan kepada umat Allah
(Yoel 2:28; Yehezkiel 36:26-27). Karena Yesus dipenuhi Roh, maka kehadiran-Nya
berarti bahwa Roh telah bersama dengan murid-murid dalam satu cara yang baru.
Namun Yesus berjanji kepada mereka bahwa mereka juga akan didiami oleh Roh yang
sama.[4]
Misi Roh kepada para murid.
Roh kudus akan datang untuk mendiami
murid-murid Yesus. Tidak diragukan lagi bahwa ini adalah pekerjaan Roh Allah
dalam PL di dalam hati umat Allah. Namun, jelas bahwa di bawah PB, pekerjaan
Roh akan melibatkan satu kualitas rohani yang baru. Kualitas rohani yang baru
ini kontras dengan pekerjaan Roh dalam dispensasi lama. Pekerjaan Roh yang
paling menonjol dalam PL adalah satu “pelayanan formal”, yaitu Roh itu menolong
orang-orang tertentu karena mereka menduduki jabatan-jabatan khusus dalam
negara teokrasi dan orang dalam jabatan itu membutuhkan kuasa Roh dalam jabatan
ini ialah pengurapan dengan minyak. Roh itu memberikan kuasa kepada hakim-hakim
(Hakim-hakim 3:10; 6:34; 11:29; 13:25; 14:6), membantu mereka yang membangun
kemah suci dengan kebijakan dan keterampilan (Keluaran 31:2-4; 35:31) dan
mereka yang membangun Bait Allah Salomo (1 Raja-raja 7:14; 2 Tawarikh 2:14).
Karena Roh menolong orang-orang untuk menjalankan beberapa fungsi jabatan
tertentu dalam teokrasi, maka bila seseorang tidak dipakai lagi mungkin Roh itu
akan meninggalkan dia. Demikianlah, Roh itu minggalkan Saul (1 Samuel 16:14)
ketika ia tidak berguna lagi untuk Allah. Roh itu meninggalkan Simson ketika ia
melanggar nazarnya (Hakim-hakim. 14:6 dan 16:20). Barangkali sebaiknya kita
memperhatikan doa Daud supaya Allah jangan mengambil Roh itu dari dirinya (Mazmur
51:11). Daud sebagai salah satu alat Roh Allah berdoa agar ia jangan terbuang
seperti halnya Simson dan Saul.[5]
BAB III
APAKAH ROH ALLAH DALAM ZAMAN PL HINGGAP
HANYA SEMENTARA SAJA DAN ZAMAN PB YANG MENETAP DAN BAGAIMANA DENGAN GEREJA MASA
KINI?
Zaman Raja Saul
Ada
tiga sebab utama kegagalan Saul, yaitu: pertama, pertentangannya dengan Samuel
(1 Samuel 13:13-15; 15:10-35) dan para imam (1 Samuel 22:11-19); kedua: adanya
perpecahan dalam diri bangsa Israel berhubung dengan munculnya Daud sebagai
tandingan Saul; dan ketiga: karakter Saul sendiri yang sangat buruk. Ketiga
sebab itu saling berkaitan satu dengan yang lain. Ada masalah yang lebih serius
ialah bahwa Saul tidak taat lagi kepada Allah. Ketidak-taatannya itu ternyata
di dalam ketidak-mauan Saul untuk tetap berada di bawah nasehat Samuel. Saul
ingin berdiri sendiri dan bebas bertindak.[6]
Saul
mempunyai keunggulan badani. ‘Saul,
seorang muda yang elok rupanya; tidak ada seorang pun dari antara orang Israel
yang lebih elok daripada dia; dari bahu ke atas ia lebih tinggi daripada setiap
orang sebangsanya’ (1 Samuel 9:2). Ia sehat, tinggi dan elok rupanya. Tubuh dan
rupa yang elok seperti dimiliki Saul berharga sekali dan merupakan keuntungan
yang besar. Kedua, Saul masih muda, mempunyai tabiat yang bermutu tinggi dan patut dipuji. Ia pemalu dan tidak
sombong (9:21; 10:22); tabah hati
(10:27); berbudi luhur (11:13).
Selain itu ia masih mempunyai sifat-sifat baik lainnya: mengingat kesusahan
hati ayahnya (9:5); tangkas dan berani (11:6, 11); dapat mengasihi dengan
sangat (16:21); menyingkirkan para pemanggil arwah dan roh peramal (28:3); dan
menghendaki kehidupan susila yang suci. Ketiga, pada waktu Saul mulai menjadi
raja ia diperlengkapi anugerah istimewa. Diceritakan bahwa ‘hatinya’ diubah oleh
Tuhan, sehingga ia berubah ‘menjadi orang lain’ (10:6, 9). Diceritakan pula
bahwa Roh Tuhan ‘berkuasa atasnya’ sehingga ia ‘bernubuat’ (10:10). Pernyataan
semacam itu berarti bahwa Saul diperbarui hatinya dan dipimpin oleh Roh Kudus.[7]
Allah
berjanji pada suatu hari akan mencurahkan Roh-Nya dengan cara yang belum pernah
diketahui sebelumnya (Yehezkiel 39:29). Kelimpahan ini pertama-tama berkenaan
dengan jumlah yang besar. Ia diberikan kepada semua orang, tidak hanya kepada
yang sedikit (Yoel 2: 28-29). Dalam penjelasan Eichrodt, Roh itu akan menjadi
“perantara dan melalui Dia kehadiran Allah di tengah-tengah umat-Nya menjadi
suatu kenyataan dan di dalam Dia tergabung segala karunia dan kuasa ilahi yang
bekerja di dalam manusia.”[8]
Rohlah
yang berhasil menghubungkan Allah dan manusia. Tetapi, bagaimanapun dekatnya
manusia kepada Allah, bagaimanapun dalamnya persekutuan mereka di dalam PL tidak
pernah terdapat gagasan identifikasi yang mistik, bahkan justru sebaliknya.
Makin mendalam hubungan tersebut, makin wajar perangai orang itu, dan makin
wajarlah perilaku mereka. Dalam bahasa PB dikatakan semakin orang terpikat
dengan Allah, semakin ia menemukan kepribadiannya.[9]
Pengangkatan
seorang raja ada segi dan tahapnya yang tersembunyi
pada pemandangan mata orang. Apabila Allah “melihat” atau “memilih” orang-Nya,
pun apabila Ia mengurapinya dengan perantaraan seorang nabi, dan terutama
sekali apabila roh-Nya mulai “berkuasa” atas orang yang dipilihnya itu, maka
semuanya ini merupakan tindakan-tindakan yang bersifat rahasia.[10]
Dalam
1 Samuel 8-15 menunjukkan bahwa Saul pernah dihargai dengan sungguh-sungguh
karena Saul tidaklah menonjolkan dirinya, tidak mengikhtiarkan pengangkatannya
menjadi raja. Bukan dia, kalangan rakyat pun tidak, melainkan TUHAN sendiri mengambil prakarsa. Samuel mengurapi Saul menjadi
raja atas umat Israel, tetapi semata-mata atas perintah TUHAN yang memilih
orang-Nya lebih dulu (1 Samuel 9, 10, 11, 16).[11]
Zaman Raja Daud
Tujuh
setengah tahuun lamanya Daud memerintah Hebron atas suku Yehuda saja, karena
suku-suku lainnya tidak mengakui dia sebagai pengganti Saul (II Samuel
3:9-10; 17-18; 5:2). Penolakan terhadap
raja Daud adalah kesalahan besar yang menyebabkan Israel jatuh ke dalam dosa.
Penggantian raja berdasarkan keturunan tidak tercantum selaku hukum dalam undang-undang
dasar kerajaan Ibrani.
Kejatuhan
Daud terjadi pada puncak kemakmuran dan kemewahannya. Semua musuh sudah dipatahkan.
Ancaman bahaya yang mendorong untuk senantiasa berdoa dan memohon perlindungan,
sudah tiada. Daud menganggap kurang layak turut pergi bersama bala tentara
merebut benteng Amon yang terakhir. Ia hanya menyuruh Yoab, memimpin bala
tentara (II Samuel 11:1). Perbuatan dosa
Daud adalah puncak suatu proses yang sudah lama berlangsung. Biasanya tidak
pernah terjadi tanpa didahului oleh suatu proses kemerosotan moral. Daud telah
menuruti hawa nafsunya dengan mengambil banyak istri (II Samuel 5:13), suatu
hal yang nyata terlarang bagi raja-raja Israel (Ulangan 17:17). Daud, yang
hasrat-hasratnya kuat dan tidak pernah setengah-setengah, telah memberi hati
kepada hawa nafsu; maka sekarang hawa nafsu itu mencapai puncak keganasannya.[12]
Dosa
yang dilakukan Daud menjerumuskan dia kepada perbuatan dosa yang lebih jahat
lagi. Daud tidak berhasil menyembunyikan kejahatannya. Uria, suami Batsyeba,
dimabukkan oleh Daud dengan maksud melupakan kewajibannya sebagai tentara dan
tidur dengan istrinya. Dan jika Batsyeba melahirkan anak kelak, anak itu dapat
dikatakan berasal dari Uria (2 Samuel 11). Di dalam Mazmur 51, Daud mengaku
dosa. Pertobatan belumlah sempurna hanya dengan permohonan ampun. Itu baru
separoh perjalanan. Dalam bagian ini pemazmur sampai kepada kepenuhan pertobatan.
Dia memohon agar Tuhan menjadikan hatinya yang murni dan membuat baru rohnya,
sehingga menjadi teguh (ay. 12). Pemazmur mengatakan “perbaruilah” dengan “roh
yang teguh” yang setia kepada Tuhan. Pemazmur memohon supaaya dia jangan
dihukum Tuhan dengan membuangnya dari hadapan kehadiran-Nya yang menyelamatkan
(ay. 11a, 13a). Di lain pihak, dia juga memohon agar jangan mengambil “roh-Nya
kudus” daripadanya (ay. 13b). Ini tidak berarti bahwa pemazmur sekarang
memiliki roh Allah. Sebaliknya! Dia merasa kehilangan roh itu, sehingga dia
memohon supaya Tuhan memberikannya kembali.[13]
Zaman
Tuhan Yesus dan Pencurahan Roh Kudus
Banyak orang
menyangka, bahwa Allah baru hadir dan bertindak dalam Roh Kudus pada zaman PB,
waktu Roh Kudus dicurahkan pada hari raya Pentakosta di Yerusalem. Persangkaan
ini tidak benar. Kehadiran Allah dalam Roh Kudus telah berlangsung sebelum itu
pada zaman PL.
Menurut
kesaksian kitab Kejadian hal itu telah mulai pada waktu Allah menciptakan
langit dan bumi (Kejadian 1:1-2). Perjanjian Lama khususnya kitab Ayub, kitab
Mazmur dan kitab-kitab para nabi lebih banyak berkata-kata tentang pekerjaan Allah
ini daripada PB, tetapi dengan tekanan yang berbeda. Dalam Ayub 27:3; 32:8; 33:14 dan Mazmur 33:6;
104:30 lebih banyak menghubungkan karya Allah dalam Roh Kudus dengan
penciptaan. Kitab-kitab para nabi (Yesaya 42:1; 61:1-2; Yeremia 31:33; Yehezkiel
36:27; 37:5, 14; Yoel 2:28) sebaliknya lebih menghubungkan karya Allah dalam
Roh Kudus dengan waktu yang akan datang: waktu penggenapan.[14]
Ada dua
perbedaan lain antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang perlu
disebutkan. Yang pertam ialah karya Roh Kudus dalam penyelamatan. Orang-orang
yang diselamatkan dalam Perjanjian Baru katanya “ada di dalam Kristus” (II
Korintus 5:17), bagian dari tubuh Kristus (I Korintus 12:12, 27). Orang bisa
mencapai keadaan ini melalui baptisan Roh Kudus, sebagaimana dinyatakan oleh
Paulus “Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang
Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan
kita semua diberi minum dari satu Roh (I Korintus 12:13). Dan apabila seseorang
ada di dalam Kristus, Roh Kudus juga terus berdiam di dalam dia. Akan tepatlah
kalau kita mengatakan bahwa setelah Kisah Para Rasul 2 ada penyataan yang lebih
jelas mengenai pemberikan kuasa ilahi dalam penyelamatan. Pada masa Perjanjian
Lama, paling banter yang dapat dikatakan ialah bahwa ada pemberian kuasa secara
selektif melalui Roh Kudus. Roh Kudus “turun atas” individu-individu guna memberikan
kuasa kepada mereka untuk bernubuat, untuk melakukan perbuatan-perbuatan besar,
untuk melakukan karya-karya yang menunjukkan keterampilan, atau untuk
memerintah atas umat Allah yang terikat dalam perjanjian.[15] Tetapi Perjanjian Lama tidak berbicara mengenai Roh
Kudus membaptis dan diam dalam semua orang beriman. Pengaruh terhadap iman
dalam Perjanjian Lama datang dari keadaan orang-orang yang dilahirkan dalam
masyarakat yang terikat perjanjian (seperti keturunan Abaraham secara fisik)
dengan penyataan Allah sebagai norma hidup mereka dan warisan rohani mereka
sebagai kesaksian tentang kehendak Allah. Sudah barang tentu Roh Kudus aktif
dalam semua hal ini untuk memungkinkan orang-orang untuk menjadi beriman dan
melayani Tuhan. Di samping itu, Roh Kudus berbicara melalui nabi-nabi dan
iman-imam untuk menjadi pengantara perjanjian. Akan tetapi, dalam Perjanjian
Baru, pemberian kuasa oleh Allah menjadi langsung, dengan Roh Kudus masuk dan
bekerja dalam setiap kehidupan individu yang beriman.
Gereja Masa Kini
Dan bagaimanakah hubungan karya Allah
dalam Roh Kudus dengan masakini? Jawaban PL atas pertanyaan ini berbeda dengan
jawab yang kita baca dalam PB. Dalam PB kita membaca, bahwa Roh Kudus Allah
curahkan atas “semua manusia” (Kisah Rasul. 2:17; bandingkan Yoel 1:28). Tetapi
dalam PL dikatakan, bahwa Roh Kudus tidak hadir dan bekerja di dalam semua
orang percaya. Ia hanya hadir dan bekerja di dalam orang-orang tertentu, yang
dipilih dan dibuat Allah menjadi pemimpin-pemimpin dari umat-Nya, umpamanya: Musa,
Harun dan Yosua (waktu umat-Nya berada dalam perjalanannya di padang gurun dan
waktu ia memasuki tanah Kanaan), para hakim, para raja, dan khususnya para
nabi.
Dalam gereja sebagai tubuh atau
persekutuan, menurut kesaksian Alkitab gereja sebagai tubuh (persekutuan) bukan
hasil pekerjaan anggota-anggotanya, tetapi ciptaan Roh Kudus. Ia ada bukan karena kemauan mereka, tetapi
karena ia dipanggil dan dikumpulkan oleh Tuhan (Kisah Rasul 2).
Pekerjaan Roh Kudus dalam orang-orang
yang tertentu itu menurut kesaksian PL ialah: menjiwai dan menguatkan mereka
dalam hidup dan pekerjaan mereka. Mereka sebagai partner perjanjian Allah belum
mengambil bagian dalam karya Allah ini. Allah sendiri yang bekerja, juga dalam
pekerjaan yang Ia tugaskan kepada mereka. Karena itu pekerjaan Allah dalam
kitab-kitab para nabi seperti yang telah penulis katakan di atas selalu
dihubungkan dengan masa depan, di mana Roh Kudus akan dicurahkan kepada semua
orang.
Pekerjaan Roh Kudus dalam hidup (diri)
anggota-anggota jemaat penting, karena jemaat hanya dapat bertumbuh dan
berkembang dengan baik kalau anggota-anggota jemaat tetap hidup dalam
persekutuan dan perkembangan itu. Sungguhpun demikian pekerjaan itu tidak dapat
dipisahkan dari pekerjaan Roh Kudus dalam gereja. Antara gereja dan dunia
terdapat suatu hubungan yang erat. Gereja adalah persekutuan atau lebih baik
“gerak” yang menghubungkan Kristus dengan dunia. Dan dunia adalah ruang, di
mana gereja sebagai umat Allah hidup, bersaksi, dan melayani. Gereja tidak
dapat ada tanpa dunia. Dan dunia tidak mempunyai tujuan tanpa gereja. Keduanya
saling membutuhkan. Itulah sebabnya gereja seperti yang kita katakan di atas
diutus ke dalam dunia untuk memberitakan perbuatan-perbuatan Allah yang besar
(1 Petrus 2:9).[16]
Di dalam II Korintus 1:21-22; I Yohanes
2:20,27, dalam kedua ayat tersebut 3 kali kata Yunani ‘Charisma’ diterjemahkan
menjadi ‘pengurapan.’ Setiap orang percaya memiliki suatu pengurapan yang
tinggal di dalam dirinya yang permanen sebab pada saat ia menerima Yesus
Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamatnya dan dengan demikian mengalami
Kelahiran Baru, Roh Kudus masuk dan sejak itu berdiam di dalam dirinya. Roma
8:9, “...Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus.”
Roh Kristus adalah Roh Kudus.
Paulus menunjukkan dalam surat Efesus
5:18 bahwa baik baptisan Roh maupun
pengalaman yang lain dengan Roh Kudus tidak dapat menjamin seseorang
terus-menerus dipenuhi dengan Roh Kudus.[17]
Orang percaya di Efesus yang baru saja disapa sebagai orang yang “dimateraikan
dengan Roh Kudus” (Efesus 1:13; 4:30), sekarang diberi nasehat “hendaklah kamu
penuh dalam/dengan Roh!” Orang percaya yang sudah memiliki Roh dapat mendukakan
dan memadamkan Roh melalui perbuatan dosa (Efesus 4:30; 1 Tesalonika 5:9).
Sebab itu nasihat dan teguran dari Paulus berlaku untuk semua orang Kristen.
Hal ini dinyatakan Paulus untuk bersikap dipenuhi secara terus-menerus. Roh
kudus adalah pribadi maka “dipenuhi” harus dimengerti dalam arti “dikuasai”
sebab Roh Kudus ingin menguasai seluruh kepribadian orang percaya: pikiran,
kehendak, perasaan, perkataan, perbuatan.
Pemenuhan dengan Roh Kudus adalah
akibat baptisan Roh pada permulaan kehidupan Kristen, tetapi “dipenuhi dengan
Roh” tidak terjadi satu kali untuk seterusnya, melainkan harus dialami secara
terus-menerus. Tuhan Yesus berjanji bahwa orang-orang percaya akan mengalami
dipenuhi Roh Allah (Yohanes 4:14; 10:10).
Efesus 4:30 menasihatkan kita:
“janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah, yang telah memeteraikan kamu...”
Ayat-ayat sebelum dan sesudahnya (4:25-5:18) menjelaskan bagaimana Roh itu
sering didukakan, melalui dusta, kemarahan, mencuri, perkataan kotor,
kepahitan, pertikaian, persundalan, dan lain-lain. Semua hal ini harus
dimatikan dalam arti diakui sebagai dosa dan ditinggalkan. Hanya kalau begitu,
Roh Kudus dapat menguasai tempat yang lebih luas dalam diri kita. Dengan kata
lain, tidak mungkin seseorang dipenuhi dengan Roh Kudus kalau ia tetap
menyimpan dan memelihara dosa dan tidak mau meninggalkannya. Kalau Roh Kudus
didukakan, maka Dia tidak berkenan untuk semakin melengkapi dengan menguasai
seseorang.
Paulus berkata di dalam Galatia 5:25,
“Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh.”
Dengan kata lain, Tuhan ingin agar semua langkah kita dipimpin oleh-Nya karena
Ia memiliki suatu rencana bagi hidup kita. Ia telah terlebih dahulu
merancangkan hidup kita untuk tujuan-tujuan ilahi sebelum dunia diciptakan.
Yeremia berkata, “Aku tahu, ya Tuhan, bahwa manusia tidak berkuasa untuk menentukan jalannya, dan orang yang berjalan
tidak berkuasa untuk menetapkan langkahnya” (Yeremia 10:23). Kita tidak dapat
menentukan hidup kita dengan pikiran kita sendiri karena hidup kita telah sejak
dahulu dirancang oleh Allah. Karena itu, kita perlu dipimpin oleh Roh Kudus
sehingga kita dapat menggenapi rencana Allah bagi hidup kita.
BAB IV
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas penulis
memperhatikan bahwa di dalam PL, Roh Allah tetap bekerja di dalam setiap
orang-orang yang dipilih-Nya untuk melakukan pekerjaan-Nya di bumi ini, baik
dari penciptaan, pembebasan Israel, zaman raja-raja, hakim-hakim, nabi-nabi
yang hanya hinggap sementara karena ada kesalahan/dosa yang dilakukan, sehingga
Roh Allah undur dari orang tersebut. Akan tetapi di zaman PB, Roh Allah (Roh
Kudus) diberikan kepada orang-orang yang setia menanti-nantikan turunya Roh
Kudus yang disebut hari Pentakosta. Sehingga murid-murid Yesus juga dipenuhi
dan Roh Kudus diam dalam hidup mereka.
Dan zaman sekarang ini Roh Kudus masih
tetap bekerja dan menetap dalam setiap orang yang percaya kepada Yesus yang
mengaku bahwa Yesuslah Tuhan dan Juru Selamat pribadinya dan tetap tinggal di
dalam kasih karunia-Nya serta tidak melakukan dosa-dosa yang mendukakan Roh
Kudus. Gereja juga tidak tertinggal tetap di dalam kuasa Roh Kudus yang
menaungi hamba-hamba-Nya yang setia dan menaruh seluruh hidup matinya setiap
kepada Yesus dan pertolongan Roh Kudus.
DAFTAR
PUSTAKA
Abineno, Ch. J.L. Pokok-Pokok
Penting Dari Iman Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999.
Barth, C. Theologi Perjanjian Lama 2. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008.
Barth Claire, Marie & Pareira, B.A. Tafsiran Alkitab Kitab Mazmur 1-72
Pembimbing dan Tafsirannya. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999.
Baxter, J. Sidlow. Menggali Isi Alkitab 1 Kejadian-Ester.
Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2001.
Booker, G.R. Traugott. Baptisan dan Kepenuhan Roh Kudus. Malang: YPPI, 1991.
Dyrness, William. Tema-tema
Dalam Teologi Perjanjian Lama. Malang: Gandum Mas, 1992.
Hagin, E. Kenneth Memahami
Pengurapan Ilahi. Jakarta: Yayasana Penerbit Injil Immanuel, 1992.
Feinberg, John S. Masih
Relevankah Perjanjian Lama di Era Perjanjian Baru. Malang: Gandum Mas, 1996.
Ladd Eldon,
George. Teologi Perjanjian Baru Jilid
I. Bandung: Kalam Hidup, 1999.
Wahodo, S. Wismoady. Di
Sini Kutemukan. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002.
[1]Kenneth E. Hagin, Memahami
Pengurapan Ilahi (Jakarta: Yayasan Penerbit Injil Immanuel, 1992), hlm.
1.
[4]George Eldon
Ladd, Teologi Perjanjian Baru Jilid I
(Bandung: Kalam Hidup, 1999), hlm. 389.
[6]S. Wismoady
Wahodo, Di Sini Kutemukan
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002), hlm. 130-131.
[7]J. Sidlow Baxter, Menggali Isi Alkitab 1 Kejadian-Ester
(Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2001), hlm. 312.
[8]William Dyrness, Tema-tema
Dalam Teologi Perjanjian Lama, hlm. 189.
[10]C. Barth, Theologi Perjanjian Lama 2 (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2008), hlm. 74.
[12]J. Sidlow Baxter, Menggali Isi Alkitab 1 Kejadian-Ester,
hlm. 334.
[13]Marie Claire Bath & B.A. Pareira, Tafsiran Alkitab Kitab Mazmur 1-72
Pembimbing dan Tafsirannya (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999), hlm. 508-509.
[14]J.L. Ch. Abineno, Pokok-Pokok
Penting Dari Iman Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999), hlm. 138.
[15]John S. Feinberg, Masih
Relevankah Perjanjian Lama di Era Perjanjian Baru (Malang: Gandum Mas, 1996),
hlm. 273.
[17]Traugott G.R. Booker, Baptisan dan Kepenuhan Roh Kudus (Malang: YPPI, 1991),
hlm.65.
Komentar